Tampilkan postingan dengan label analisis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label analisis. Tampilkan semua postingan

Kamis, 03 Desember 2009

Analisis : Persaingan Cina - Amerika

Pada bulan Oktober 2009, Cina memperingati 60 tahun Revolusi dimana ia merdeka dari Cina dan mengalahkan kaum Nasionalis dengan terbentuknya Republik Sosialis Cina. Sejak awal abad ke 21 para analis memandang bangkitnya Cina sebagai tantangan terbesar terhadap Amerika Serikat (AS) dan banyak anggapan bahwa Cina akan berkembang menjadi negara adidaya. Cepatnya Cina menjadi negara yang diperhitungkan dalam peta politik dunia membuat banyak kalangan terkesima dan memprediksi adanya pergeseran kekuatan global dari Barat ke Timur. Cina tidak pernah menjadi kekuatan politik dan sejarah masa lalunya yang kelam akibat penjajahan brutal oleh Jepang selalu menjadi memori bagi Cina di masa paska Perang Dunia II. 60 tahun Revolusi pada negara terbesar di dunia merupakan realita baru dan untuk pertama kalinya diperhitungkan sebagai kekuatan adidaya.
Kunjungan Obama ke negeri-negeri Asia Tenggara diikuti lawatan ke Korea Selatan, Jepang, Singapur dan Cina, dimana ini merupakan kunjungan pertama kalinya sejak Obama menjadi presiden terpilih. Dari semua lawatan ini, kunjungan ke Cina merupakan aspek terpenting dari perjalanan Obama ini.

Cina membangun dirinya sejak tahun 1978 dengan mengembangkan sains dan teknologi, yang didorong dengan kepentingan militer. Pembangunan ini dimulai sejak jaman pemerintahan Mao. Mao menginginkan terbangunnya ‘militerisasi’ yang kuat diatas segala-galanya. Proyek ‘militerisasi’ inilah yang menjadi tulang punggung kebijakan Deng Xiao Ping. Tujuan Deng adalah untuk mendiversifikasi ekonomi Cina sehingga tidak hanya sektor hankam tetapi juga menstimulasi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sipil. Konsep Deng yang berisi 16 butir tuntunan di awal 1980an secara gamblang menegaskan : mengintergrasikan petumbuhan sektor militer dan rakyat sipil, dengan memastikan memenuhi kebutuhan militer, mempertahankan kemampuan militer, dan menggunakan ekonomi sipil demi upaya modernisasi militer.”[1]

Sebelumnya Cina telah menerapkan sistem ekonomi terpimpin ala Soviet yang terbukti gagal. Deng lalu menggunakan sistem ekonomi yang berorientasi kepada pasar, terutama pada Zona Ekonomi Spesial yang terletak di kota-kota Guangdong, Fujian, dan Hainan. Hasilnya luar biasa. Cina merubah ekonominya secara radikal dari pengekspor komoditas bermutu rendah menuju komoditas teknologi tinggi. Negeri ini berubah dari ekonomi yang terbelakang menjadi mesin pengekspor kelas dunia. Ekspor Cina naik sepuluh kali lipat (antara 1990 - 2003 bernilai sekitar $436 trilyun.)[2]

Kini nilai ekspor Cina melampui 1 juta trilyun dolar dan merupakan ekonomi terbesar di dunia setelah AS dan Jerman. Sejak 1978, Cina mereformasi ekonominya dari model ekonomi terpimpin ala Soviet menuju ekonomi yang berorientasi ke pasar, namun dengan sistem politik yang dikuasai oleh Partai Komunis Cina. Sistem ini disebut sebagai ‘Sosialisme dengan Karakter Cina’ dan merupakan sistem ekonomi campuran. Reformasi yang dimulai sejak tahun 1978 telah mengangkat derajat jutaan manusia dari garis kemiskinan, menurunkan kemiskinan hinga 53% dari populasi negeri itu di tahun 1981 dan 8% di tahun 2001.

Kebijakan luar negeri Cina juga mencerminkan perubahan penting dari pendekatan Beijing yang sempit dan reaktif pada masa lalu. Cina sudah meninggalkan mentalitas yang memandang dirinya sebagai korban (victim mentality) akibat penderitaan selama 150 tahun dan mengadopsi mentalitas adidaya (great power mentality-daguo xintai). Konsekuensinya, Cina mulai mengambil peran aktif dalam isu global, dimana generasi penggeraknya belum lahir semasa Revolusi Cina sehingga tidak memandang Cina dari perspektif sejarah Cina. Pemimpin kontemporer seperti Hu Jintao, yang lahir hanya beberapa tahun sebelum Revolusi adalah pemimpin Cina pertama yang tidak ikut serta dalam long march yang terkenal karena berhasil mengalahkan kaum Nasionalis dan menaikkan partai komunis ke panggung kekuasaan di tahun 1949. Pemimpin yang menanggalkan victim mentality dan yang mengambil mentalitas adidaya adalah tipe pemimpin yang kini memimpin Cina dan memiliki visi sebagai negara adidaya.

Hubungan AS dan Cina
Pembuat kebijakan AS membuat strategi menghadapi Cina dalam dokumen “Tuntunan Perencanaan Pertahanan” (1994-99), yang merupakan bentuk pernyataan resmi AS pada masa paska runtuhnya Uni Sovyet, “Kita harus sekuat mungkin mencegah kekuatan asing manapun yang bisa mendominasi suatu wilayah yang sumber alamnya, ketika terkontrol secara solid, akan mampu mendukung terbentuknya kekuatan global.”[3] Ketika George Bush menjadi Presiden AS, hanya Cina yang memiliki kapasitas ekonomi dan militer yang mampu mengimbangi AS sebagai negara adidaya. AS membuat kebijakan yang mengisolasi Cina supaya tetap pada perbatasannya, ketimbang menghadapinya secara langsung karena hanya akan menghabiskan energi AS.

Kebijakan mengisolasi Cina ini tersirat dari tulisan Condoleezza Rice ketika ia menjadi penasihat kebijakan luar negeri George W Bush, yang saat itu masih menjadi Gubernur Texas, saat pemilu presiden tahun 2000 dalam artikel majalah Foreign Affairs,” Cina adalah kekuatan besar yang memiliki masalah yang belum selesai terutama dengan Taiwan. Cina juga tidak menyukai peran AS di wilayah regional Asia Pasifik.” Oleh karena itu, Rice mengatakan,” Cina bukanlah kekuatan ‘status quo’, tapi ia adalah kekuatan yang berkeinginan merubah keseimbangan kekuatan di Asia yang sesuai dengan kepentingannya. Kenyataan ini menjadikan Cina sebagai pesaing, bukan ‘mitra strategis’ sebagaimana yang didengungkan oleh pemerintahan Clinton. AS harus memperkuat hubungan dengan Jepang dan Korea Selatan dan mempertahankan komitmen untuk memiliki keberadaan pasukan AS di wilayah regional tersebut. ” Washington juga harus “memperhatikan secara seksama terhadap peran India dalam keseimbangan politik dan membawanya ke dalam lingkaran persekutuan yang anti Cina.”[4]

Namun demikian, sepuluh tahun berikutnya AS dan Cina berada dalam posisi interdependen. Ketika AS mendominasi wilayah regional di awal abad ini, perang Afghanistan, Iraq, dan krisis ekonomi global membuat AS tidak mampu mendominasi Cina. Ini terlihat dalam fakta berikut:
AS merupakan konsumen terbesar dunia dimana mayoritas barang yang ia konsumsi berasal dari dan diproduksi oleh Cina .Akibatnya, AS memilki defisit perdagangan dengan Cina senilai 268 trilyun. Dengan demikian sekitar 1 juta trilyun mata uang dolar dikuasai Cina

Cadangan dolar yang sangat besar yang dimiliki Cina membuat Cina memiliki kemampuan untuk membeli saham keuangan AS, yang digunakan AS untuk membiayai defisit perdagangannya
Hal ini berakibat kepada ekspansi perindustrian Cina, dimana industri tersebut membutuhkan pasokan minyak dan energi yang lebih besar lagi.Berikutnya, pengangguran di sektor industri AS pun meningkat karena kalah bersaing dengan kualitas produksi Cina yang lebih superior

Kebijakan AS terhadap Cina terlihat kontradiktif. Faksi Kanan AS, yang dipimpin kaum korporasi melihat Cina dari aspek komersial karena populasi Cina yang besar merupakan pasar yang menjanjikan keuntungan, sehingga ia melobi pemerintah AS untuk menarik Cina ke dalam pasar bebas global dan memaksa Cina untuk membuka pasar domestiknya. Faksi Kiri AS, yang sejak dulu memandang Cina sebagai ancaman, selalu menghantam Cina dengan isu hak asasi manusia, sensor internet, dan perseteruan Cina dengan Taiwan. Dari segi komersial, perusahaan seperti Google, Yahoo, Microsoft, dan industri perbankan AS meraup keuntungan dari hubungan komersial AS dan Cina.

Mereka yang memandang Cina sebagai ancaman memaksa pemerintah AS untuk terus mengisolasi Cina. AS meningkatkan kerjasama keamanan dengan Jepang dan mendukung seruan Jepang untuk mengembangkan nuklir, yang berarti meninggalkan sikap Jepang tentang kebijakan defensif yang telah berlangsung selama ini. Namun, bagi AS perkembangan di Jepang merupakan penyeimbang kekuatan Cina di wilayah Timur. Di wilayah Barat, AS mendekati India dengan berbagai kerjasama ekonomi, transfer teknologi nuklir, dan upaya pemberian status permanen dalam Dewan Keamanan PBB. Lebih jauh lagi, AS menormalisasi hubungannya dengan Vietnam, mengubur dendam masa lalu, dan membangun kerjasama bilateral. AS berhasil menggaet Vietnam dari pengaruh Cina sehingga memutus aliansi tradisional Cina di wilayah pasifik ini. Hingga saat ini Vietnam sendiri juga memiliki konflik perbatasan dengan Cina di seberang utara.

AS juga menggunakan konfliknya dengan Korea Utara untuk mengisolasi Cina. AS tidak banyak bereaksi terhadap program nuklir Pyongyang ketimbang program semacamnya di Iran, ketika Cina berusaha keras mengorganisir perundingan 6-negara untuk menghindari krisis yang lebih meluas di seberang perbatasannya sendiri. Pernyataan dari perundingan yang berlangsung memang nampak kontradiktif.

Ketika Cina menyatakan pesimismenya, AS justru menyatakan hal yang optimis dalam proses negosiasi. Malahan AS mendapatkan justifikasi untuk tetap mempertahankan militernya di Korea Selatan. AS juga memgumumkan di bulan September 2009 untuk meninggalkan kebijakan sangsi terhadap rezim Myanmar dan memulai hubungan langsung dengan rezim militer Myanmar. Myanmar memainkan peran penting dalam strategi luar negeri Cina tentang energi. Adanya kerjasama yang langsung antara AS dan Myanmar merupakan bentuk untuk membatasi pengaruh Cina di Asia.

Kebangkitan palsu

Dalam 5000 tahun sejarahnya, Cina tidak pernah menjadi kekuatan adidaya dan tidak pernah mempengaruhi politik internasional. Bahkan ketika Cina mengadopsi Komunisme, ia tidak mampu mengembannya lebih jauh dari batas negerinya sendiri apalagi mempengaruhi negara lain. Selama 5000 tahun, Cina lebih sering berperang dengan dirinya sendiri dan sibuk untuk menyatukan wilayah.

Kebijakan politik luar negeri Cina juga berpusat pada pembangunan ekonomi domestik dan menguasai sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhannya. Cina memang melawan strategi AS untuk mengisolasi dirinya dengan melemahkan negeri-negeri yang dirancang AS sebagai alatnya. Misalnya, Cina juga menawarkan kerjasama bilateral dengan Australia, India, Jepang dan Korea Selatan agar hubungan negeri-negeri ini dengan AS menjadi lebih kendor.

Realita ini membuat Cina terlalu fokus pada wilayah regional dan tidak memiliki ambisi untuk lebih dari itu. Hal ini akan berubah apabila Cina merubah ambisi regionalnya menuju ambisi global. Tanpa adanya perubahan ambisi, maka Cina tidak akan menjadi kekuatan global. Dengan pandangan regional yang sempit, Cina tidak akan mampu menandingi AS. Apa yang dilakukan Cina di Afrika sebenarnya tidak untuk menantang AS tapi sekedar usaha mendapatkan akses kepada energi minyak, dimana Cina akan semakin tergantung kepadanya. Di sinilah Cina menghadapi isu penting yang akan menentukan status masa depannya.

Cina juga menghadapi berbagai masalah yang memerlukan solusi, dan tanpa ideologi yang jelas maka Cina tidak akan menyelesaikan masalahnya secara konsisten pula. Tanpa ideologi, Cina akan terus didikte isu sebagai akibat tidak terselesaikannya isu yang lain. Pembangunan ekonomi Cina yang semakin tergantung kepada pasokan minyak membuat Cina harus membangun kerjasama yang koheren yang memiliki minyak. Tanpa ideologi, Cina sudah menghadapi masalah integrasi Tibet dan Xinjiang. Pertanyaannya, tanpa ideologi, bagaimana Cina akan mengintegrasikan Tibet dan Xinjiang, dan dengan ideologi apa penduduk tersebut akan diintegrasikan?

Secara domestik Cina memang diperintah oleh Komunisme, karena memang Cina masih dipimpin oleh sistem 1 partai. Akan tetapi Cina mulai beranjak ke sistem pasar bebas. Di saat yang sama, Cina juga bersikap nasionalistik yang memancing seruan disintegrasi dari beberapa wilayah, dimana AS berperan dalam memberikan dukungan diam-diam secara konsisten. Sampai pada satu titik Cina memutuskan apa jati dirinya, negeri ini akan terus ditarik ulur ke arah yang berbeda-beda dan Cina pun tidak akan mampu bangkit untuk menandingi adidaya manapun.

Kesimpulan
Cina saat ini menandingi AS dalam hal ekonomi yang menyebabkan timbulnya pertengkaran perdagangan di antara mereka. AS telah menetapkan batasan terhadap impor Cina dan kini Cina berada dalam posisi sebagai obyek dari kasus WTO (World Trade Organisation) dari praktik anti kompetisi.

Bagi AS Cina merupakan ancaman di Asia Tenggara, maka AS ingin membatasi ambisi politik Cina tapi di saat yang sama ingin menguasai pasar domestik Cina senilai 1,4 trilyun dolar. Model pembangunan Cina menunjukkan bahwa negara manapun akan mampu untuk berkembang ke arah manapun.

Namun suatu pembangunan pada hakekatnya adalah kemampuan untuk memiliki pandangan hidup (worldview) yang khas yang berperan sebagai fondasi semua aspek dari suatu negeri baik dari sisi ekonomi, hukum, politik luarnegeri, energi, integrasi, pemerintahan, dan relasi pria dan wanita. Dengan pandangan hidup yang khas, maka suatu negeri akan menyelesaikan semua isu secara konsisten, terarah, dan menciptakan kemajuan. Tanpa ideologi, suatu negeri mungkin akan maju, tapi akan mendapatkan dirinya dalam suatu dilema yang tidak bisa ia selesaikan. (Adnan Khan, www.khilafah.com)
»»  read more

Senin, 26 Oktober 2009

Tantangan Umat Di Era Kabinet Indonesia Bersatu II

Oleh: Muhammad Rahmat Kurnia

Terbentuklah sudah pemerintahan baru SBY-Boediono. Bagaimana umat Islam kedepan? Ada beberapa hal yang penting menjadi catatan. Pertama, Indonesia akan makin Liberal dan pro Barat (west friendly). Tengoklah wakil presiden Boediono. Kebijakan-kebijakannya selama ini baik sebagai menteri koordinator bidang ekonomi maupun Gubernur Bank Indonesia sangatlah pro liberal. Begitu juga, Sri Mulyani (Menteri Keuangan) sebagai mantan Direktur International Monetary Fund (IMF) Asia Pasifik, anak emas Widjojo Nitisastro, yang disebut banyak kalangan sebagai bagian dari Mafia Berkeley. Elka M. Pangestu yang masih menjadi Menteri Perdagangan adalah mantan direktur lembaga think tank Orde Baru, Center for Strategic and International Studies (CSIS). Dialah pendukung utama lahirnya UU Penanaman Modal yang membiarkan asing menanamkan modalnya hingga 95% dalam segala bidang. Apalagi berbagai perangkat UU liberal telah tersedia seperti UU Migas, UU Penanaman Modal, UU Ketenagalistrikan, UU Badan Hukum Pendidikan, dll. Karenanya, listrik dan BBM peluang besar akan naik pada 2010. Sementara, hutang akan terus bertambah. Sebagai contoh, tahun ini pemerintah akan membayar hutang Rp127,607 triliun. Semua pembayaran akan ditutup dari hutang lagi.

Purnomo Yusgiantoro kini sebagai Menteri Pertahanan. Dialah otak yang beberapa kali menaikkan harga BBM sejak jaman Megawati hingga SBY dalam rangka liberalisasi sektor migas. Masalah pertahanan besar kemungkinan akan juga ‘diliberalisasi’. Sementara, penunjukkan Menkes Endang lebih menggambarkan tekanan konglomerasi farmasi dan tekanan Negara maju seperti AS. Ingat, Menkes sebelumnya, Siti Fadhilah Supari adalah orang yang menentang privatisasi rumah sakit dan keras terhadap AS khususnya dalam kasus virus H5N1.

Kedua, liberal ditutupi dengan kebijakan populis. Secara umum, pemerintahan terpilih bersifat liberal. Namun, hal ini tidak akan disadari oleh kalangan grass root. Sebab, kebijakan populis seperti BLT dan BOS nampaknya akan dilanjutkan. Hal ini nampak dengan dibentuknya Tim Penanggulangan Kemiskinan pada sidang paripurna Kabinet Indonesia Bersatu II (KIB II) pada 23/10/2009. Presiden SBY meminta menteri KIB II melanjutkan program yang disusun KIB I. Kebijakan ini terbukti manjur dalam meredam rakyat dan menarik suara pada saat Pemilu yang karenanya akan dilanjutkan.

Ketiga, suara kritis dari parlemen akan senyap. Selain menteri dari Partai Demokrat, menteri diambil dari mayoritas partai yang lolos threshold. Presiden PKS Tifatul Sembiring, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PPP Suryadharma Ali, dan Sekjen PAN Zulkifli Hasan semuanya menjadi menteri. Pentolan Golkar Agung Laksono dan Fadel Muhammad juga jadi menteri. Padahal, pada saat pelantikan kabinet Presiden SBY menegaskan, “Loyalitas saudara adalah kepada presiden, bukan kepada pimpinan partai” (21/10/2009). Sejak awal SBY telah mengunci dan memastikan bahwa semua menteri, termasuk mereka yang merupakan para pemimpin partai, harus ikut suara pemerintah. Muaranya, partai akan memiliki satu suara. Padahal, gabungan suara DPR dari partai-partai tersebut mayoritas (59,54%). Belum lagi, sikap PDIP yang gamang, oposisi bukan koalisi juga bukan. Pada saat yang sama, Taufik Kiemas (PDIP) menjadi Ketua MPR atas restu SBY. Karenanya, 73,48% suara DPR akan diam, kehilangan sikap kritis.

Keempat, otoritarianisme. Para pimpinan partai sudah didudukkan sebagai pembantu presiden dalam kabinet. Mayoritas parlemen sudah dikuasai. Ini adalah peluang munculnya pemerintahan otoriter. Hanya saja, sikap SBY yang harmoni, lamban, dan akomodatif barangkali dapat menghalangi munculnya sikap tersebut. Disamping itu, akan muncul banyak penentangan dari berbagai kalangan terhadap otoritarianisme itu karena dipandang menghancurkan demokrasi yang selama ini mereka dengung-dengungkan. Namun, bila ada tekanan besar khususnya dari luar, otoritarianisme berpeluang besar muncul.

Kelima, pengalihan isu terorisme menjadi isu Islam radikal. Orang-orang yang disebut sebagai dalang kekerasan peledakan sudah dieksekusi mati. Kini, dalam berbagai kesempatan dikembangkan isu Islam radikal. Ketua Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT) dan Mantan Kepala BIN Ansyaad Mbai menyampaikan bahwa terorisme merupakan kejahatan bermotif ideologi radikal. Dengan sangat tendensius, dikatakan bahwa ciri dari ideologi Islam radikal ini adalah memperjuangkan syariah secara kaffah. Menurutnya, untuk mengatasinya adalah dengan deradikalisasi. Caranya antara lain, (1) pemberdayaan tokoh-tokoh moderat agama untuk menyebarluaskan ajaran moderat, (2) Interfaith dialog, (3) sebarluaskan buku-buku ajaran agama moderat; (4) Kurikulum lembaga-lembaga pendidikan keagamaan, (5) dll. Padahal, Islam moderat yang dimaksudkan adalah liberal. Jadi, ini sebenarnya merupakan bagian dari liberalisasi agama.

Secara hukum, yang akan dilakukan adalah mensahkan UU Keamanan Negara. Intinya, perlu ada tindakan terhadap orang tanpa pengadilan. Juga, merubah UUAntiterorisme sedemikian rupa sehingga “Penindakan harus dimulai sejak tahap provokasi & exploitasi radikalisme”. Dengan kata lain, Internal Security Act (ISA) seperti di Malaysia hendak dihidupkan. Hal ini dapat bersifat liar menjadi kriminalisasi pendakwah. Namun, hal ini akan mendapatkan banyak tentangan dari banyak pihak. Sebab, hal ini akan dapat digunakan untuk memberangus lawan-lawan politiknya. Persoalannya, kini ‘lawan’ politik sudah menjadi ‘kawan’, baik dalam kabinet maupun parlemen.

Menentukan Sikap

Jelas, situasi akan tetap buruk. Tak ada lagi harapan suara dari parlemen. Karenanya, satu-satunya yang diharapkan adalah suara kritis dari kelompok dakwah di luar parlemen. Inilah kesempatan besar untuk menyampaikan Islam dan meraih dukungan umat. Oleh sebab itu, pengokohan tubuh dan perajutan kekuatan ulama dan ormas Islam merupakan sebuah tuntutan dan keniscayaan. Satu-satunya harapan adalah kelompok yang dinyatakan dalam sabda Nabi SAW:

ولا تزالُ طائفةٌ من أمّتي على الحقِّ ظاهرين . لا يضُرُّهُم من خالَفَهُم . حتى يأتي أمرُ الله (رواه مسلم

“Akan selalu ada sekelompok dari umatku yang berpegang kepada kebenaran dan mereka dimenangkan. Orang yang menentang mereka tidak akan memudharatkan mereka hingga datang urusan (kemenangan) dari Allah” (HR. Muslim)

Apa yang terjadi bila mereka yang diluar parlemen pun turut diam? Naudzubillah.[]

»»  read more

Sabtu, 12 September 2009

Khilafah Dalam Pandangan Barat

Jika Anda ingin berbicara tentang Khilafah dalam pandangan Barat, itu artinya Anda akan berbicara tentang tamatnya dominasi negara-negara itu dan tamatnya penjajahannya atas dunia, sekaligus Anda akan berbicara tentang rancangan hadhârah (peradaban) yang amat kuat dasarnya (qawiyy al-autâd), amat kokoh kesadaran akan harga diri dan identitasnya (shalb al-syakîmah) yang akan bangkit menjadi tantangan internasinal (tahaddiy[an] ‘âlamiyy[an] bagi hadharah Barat, bahkan akan menggusurnya. Artinya, Anda akan berbicara tentang sebuah sistem universal yang baru; model ideologi yang akan mengganti ideologi liberal-sekular Barat.

Jika Anda berbicara tentang Khilafah, itu artinya Anda sedang berbicara tentang sebuah mimpi buruk yang menghantui ketenangan Barat dan menjadikan mereka terjangkiti insomnia pada saat tidur maupun terjaga. Artinya, Anda berbicara tentang ‘Kerajaan Islam Universal’ –meminjam ungkapan para pemimpin Barat –yang akan menaungi negeri-negeri Islam saat ini maupun di masa lampau, yang akan membentang dari Eropa ke Afrika utara, ke Timur Tengah, dan ke Asia Tenggara. Dimana hal ini akan kembali menjadikannya mampu untuk memimpin dunia.

Jika Anda berbicara tentang Khilafah, itu artinya Anda berbicara tentang penerapan syari’at dan penyatuan negeri-negeri kaum Mulimin sekaligus mencabut campurtangan penjajahan yang ada di sana. Inilah sebuah perkara yang tidak akan ditoleransi oleh negara-negara Barat. “Memimpinnya syari’at Islam di dunia Arab dan ditegakkannya satu kekhilafahan di seluruh negeri-negeri kaum Muslim serta lenyapnya campur tangan Barat dari negeri-negeri tersebut adalah perkara yang tidak akan ditoleransi oleh Barat dan sama sekali tidak mungkin dibiarkan oleh mereka” .

Menghancurkan Khilafah adalah sebuah cita-cita yang selamanya akan menjadi tujuan Barat. Barat telah pernah mewujudkan cita-cita ini setelah perang dunia kedua. Lord Curzon, menteri luar negeri Inggris pada masa runtuhnya Khilafah mengatakan, “Kita telah menghancurkan Turki dan Turki tidak mungkin akan kembali bangkit. Sebab kita telah menghancurkan dua kekuatannya; yakni Islam dan Khilafah”. Saat ini, cita-cita itu kembali mengantui Barat setelah kaum Muslim kembali menyatukan tekad untuk mengembalikan Khialfah ke atas pentas negara.

Berikut ini beberapa statemen, komentar dan analisa yang berkaitan dengan ketakutan dan depresi Barat terhadap kembalinya Khilafah:

Putin, Presiden Rusia, pada bulan Desember tahun 2002 mengumumkan, “Terorisme internasional telah mengumumkan peperangannya atas Rusia dengan tujuan merampas sebagian wilayah Rusia dan mendirikan Khilafah Islamiah”. Pada kesempatan itu, Putin berbicara dalam sebuah acara dialog di sebuah setasiun televisi yang disiarkan secara langsung (live). Pada keempatan itu ia menjawab lima puluh pertanyaan yang terpilih diantara dua juta pertanyaan via telepon dari penduduk Rusia.

Situs, “Mufakkirah al-Islâm www.islamemo.com pada akhir 2002 M memberitakan sebuah kabar dengan judul “Lembaga Inteljen Jerman Memperingatkan Berdirinya Khilafah”. Dalam situs itu tertulis sebagai berikut: “Kepala Lembaga Inteljen Jerman, August Hanning, melakukan penelusuran di beberapa negara Arab yang dimulai dari wilayah Teluk dimana disana ia bertemu dengan beberapa pemimpin lembaga-lembaga inteljen Arab. Set data Iraq dan kelompok Fundamentalis Islam adalah merupakan topik yang paling menonjol bagi seorang lelaki yang mengepalai salah satu dari kegiatan lembaga-lembaga inteljen negara itu. Dalam kaitannya dengan kelompok fundamentalis Islam, para pengamat inteljen Jerman mengkhawatirkan, mengantisipasi (dan meramalkan) akan munculnya serangan yang meluas dari ribuan pendukung gerakan-gerakan Islam di Uzbekistan, Tajikistan dan Kyrgyz dengan tujuan mendirikan Daulah Khilafah Islamiah di wilayah tersebut. Para eksekutif Jerman memberikan kepercayaan dan kredibilitas yang amat besar terhadap kehawatiran, antisipasi (dan ramalan) lembaga-lembaga inteljen tersebut”.

Henry Kissinger dalam sebuah pidatonya di India pada 6 November 2004 M dalam Konfrensi Hindustan Times yang kedua, kepada para pemimpin ia menyampaikan, “Ancaman-ancaman itu sesungguhnya tidak datang dari teroris, sebagaimana yang kita saksikan pada 11 September. Akan tetapi, ancaman itu sesungguhnya datang dari Islam fundamentalis ekstrim yang berusaha menghancurkan Islam moderat yang bertentangan dengan pandangan pandangan kelompok radikal dalam masalah Khilafah Islamiah”.

Kissinger juga mengatakan, “Musuh utama, sejatinya adalah kelompok ekstrim Fundamentalis yang aktif dalam Islam dimana dalam saat yang sama ingin mengubah masyarakat Islam moderat dan masyarakat lain yang dianggap sebagai penghalang penegakan Khilafah”. (Surat Kabar Newsweek edisi VIII November 2004)

Surat kabar al-Hayât, pada 15/01/2005 M, mempublikasikan sebuah laporan yang dipublikasikan oleh Reuters di Washinton. Laporan itu berisi prediksi-prediksi berdasarkan pada hasil muyawarah yang dihadiri oleh seribu ahli dari lima benua seputar ramalan masa-masa yang akan datang hingga 2020 M. Laporan itu bertujuan untuk mewujudkan kontribusi dari para intelejen dan politisi untuk menghadapi tantangan-tantangan tahun-tahun yang akan datang. Laporan itu menghawatirkan “masih terus berlangsungnya serangan terorisme”. Laporan itu membicrakan tentang empat skenario yang mungkin akan terus berkembang di dunia. Skenario ketiga yang diperingatkan oleh laporan itu adalah al-Khilafah al-Jadîdah (Khilafah Baru Yang Akan Muncul). Demikian laporan itu menyebutnya.

Mantan perdana mentri Inggris, Tony Blair, di hadapan Konferensi Umum Partai Buruh pada 16/07/2005 M mengatakan, “Kita sesungguhnya sedang menghadapi sebuah gerakan yang berusaha melenyapkan negara Israel dan mengusir Barat dari dunia Islam serta menegakkan Daulah Islam tunggal yang akan menjadikan syari’at Islam sebagai hukum di dunia Islam melalui penegakan Khilafah bagi segenap umat Islam”.

Demikian pula pada September 2005 M, Blair dengan terang-terangan mengatakan, “Keluar kita dari Iraq sekarang ini akan menyebabkan lahirnya Khilafah di Timur Tengah”.

Pada 06/10/2005 M, dengan terang-terangan Bush mengisyaratkan adanya strategi kaum Muslim yang bertujuan mengakhiri campurtangan Amerika dan Barat di Timur Tengah. Bush mengatakan, “Sesungghunya, ketika mereka menguasai satu negara saja, hal itu akan menarik (menghimpun) seluruh kaum Muslim. Dimana hal ini akan memungkinkan mereka untuk menghancurkan seluruh sistem di wilayah-wilayah itu, dan mendirikan kerajaan fundamentalis Islam dari Spanyol hingga Indonesia”.

Mentri Dalam negeri Inggris, Charles Clark, dalam sebuah sambutannya di Institute Heritage mengatakan, “Tak mungkin ada kompromi seputar kembalinya Daulah Khilafah, dan tidak ada perdebatan seputar penerapan syari’at Islam”.

Dalam sebuah pidatonya kepada bangsa Amerika, pada 08/10/2005 M, George W.Bush mengatakan dengan tegas, “Para pasukan perlawanan bersenjata itu menyakini bahwa dengan menguasai satu negara, mereka akan dapat menuntun bangsa Islam dan menghancurkan seluruh negara moderat di wilayah-wilayah itu. Dari situ, mereka akan mendirikan sebuah kerajaan Islam ekstrim yang membentang dari Spanyol hingga Indonesia”.

Pada 05/12/2005 M, menteri pertahanan Amerika, Donald Rumsfeld, dalam sebuah komentarnya seputar masadepan Iraq –pada saat itu ia berada di Universitas John Hopkins –mengatakan, “Iraq tak ubahnya adalah tempat lahirnya Khilafah Islamiah baru yang akan membentang mencakup seluruh Timur Tengah dan akan mengancam pemerintahan-pemerintahan resmi di Eropa, Afrika dan Asia. Inilah rencana mereka. Mereka telah menegaskan hal ini. Kita akan mengakui sebuah kesalahan yang amat menakutkan jika kita gagal mendengar dan belajar”.

Surat kabar Milliyet Turki, pada 13/12/2005 M, dengan mengutip dari The New York Times menyebutkan bahwa, “Para pemimpin dalam pemerintahan Bsuh, akhir-akhir ini terus menerus mengulang-ulang kata Khilafah seperti permen karet. Pemerintahan Bush kini menggunakan kata Khilafah untuk menyebut kerajaan Islam yang pada abad ke VII membentang dari Timur Tengah hingga Asia Selatan, dan dari Afrika utara hingga Spanyol”.

Seorang komentator Amerika, Karl Vic di surat kabar Washinton Post, 14/01/2006 M menulis sebuah laporan yang amat panjang dimana di dalamnya ia menyebutkan bahwa “kembalinya Khilafah Islamiah yang selalu diserang oleh presiden Amerika, George Bush, benar-benar sedang menggema di tengah-tengah mayoritas kaum Muslim”. Karl Vic juga menuturkan bahwa, “kaum Musilin (saat ini) memang benar-benar menganggap diri mereka bagian dari satu umat yang akan membentuk esensi Islam, sebagaimana mereka melihat Khalifah adalah sebagai sosok yang layak untuk mendapatkan penghormatan”. Sang komentator ini memberikan isyarat bahwa, “Hizbut Tahrir yang bergerak berbagai negeri lintas dunia itulah yang dengan terang-terangan menegaskan bahwa tujuannya adalah mengembalikan Khilafah sebagaimana masa dahulu”.

Dr. Ahmad al-Qadidy, seorang warga Tunisia yang berdomisili di luar negeri, dalam sebuah tulisannya yang dimuat oleh surat kabar al-Syrq al-Quthriyyah yang terbit pada Ahad 17/05/2006 M, dengan judul “Para Ahli Amerika Memprediksikan Kembalinya Khilafah Pada 2020 M”, mengatakan, “Pada halaman 83 dari sebuah laporan penting yang terbit pada hari-hari ini dari yayasan “Robert Lafon” untuk publikasi Paris, dengan judul “Bagaimana Pandangan Inteljen Amerika Terhadap Dunia Pada Tahun 2020 M?”, kita dapat membaca paragraf berikut ini: “Islam politik mulai hari ini hingga 2020 M akan mengalami penyebaran yang amat luas di pentas dunia internasional. Kita memprediksikan akan adanya penyatuan gerakan-gerakan Islam Rasisme dan Nasionalisme dan bergerak bersama untuk mendirikan sebuah kekuasaan yang akan melintasi batas-batas nasional. Al-Qadidy melanjutkan ungkapannya, “Hal inilah –dengan sangat akurat –adalah apa yang diperediksikan oleh para ahli Amerika, khsusnya seorang sosiolog dan senior para ahli prediksi masadepan, Alvin Toffler, pemilik buku “Shadamat al-Mustaqbal /Future Shock (Benturan Masa Depan)”, Ted Gordon, tohoh senior ahli rancangan, Millennium Project yang telah direalisasikan oleh organisasi PBB, seorang ahli, Jim Dewar, dari yayasan Rand Corporation, Jad Davis, desainer semua program Shell Petroleum Company, dan para ahli yang lainnnya yang tak diragukan lagi kemampuan mereka dalam memprediksi masadepan. Ahmad al-Qadidy menambahkan, “Dan tentu saja, para ahli dan pakar itu telah bekerja dalam beberapa waktu untuk kepentingan agen pusat inteljen di Washinton. Mereka telah menghasilkan sebuah laporan yang amat penting dan dapat dipercaya yang akan menggariskan corak dunia setelah lima belas tahun sejak hari ini, sebagaimana yang mereka lihat melalui berbagai indikasi yang ada di depan mereka.

Pemimpin pasukan koalisi Salib yang bergabung di Iraq, Richard Myers, mengatakan, “Bahaya sejati dan terbesar yang mengancam keamanan Amerika Serikta (AS) sesungguhnya adalah ektrimesme yang bercita-cita mendirikan Khilafah sebagaimana pada abad ketujuh Masehi. Kelompok ekstrimesme ini telah tersebar di berbagai wilayah yang jutrsu lebih banyak dari pada di Iraq. Akan tetapi, mereka juga bergerak di Iraq dan tersebar di dalamnya serta selalu mendorong pasukan perlawanan untuk menggunakan aktifitas-aktifitas fisik untuk melawan Amerika di Iraq.

Pada 31/01/2006 M, situs al-Syâsyah al-I’lâmiyah al-‘Âlamiyah (Media Monitors) menyebarkan sebuah artikel yang ditulis oleh Nu’man Hanif. Dalam artikle ini terdapat sebuah kajian yang amat mendalam, pendapat yang kuat dan pandangan kedepan mengenai akhir pertempuran antara Barat dan Islam. Dimana, dengan pandangannya ini, Nu’man Hanif akan sampai pada satu kesimpulan, bahwa, “Tidak ada pilihan lain bagi Barat kecuali menerima kepastian hadirnya Khilafah”. Dalam sebuah artikelnya yang berjudul “Khilafah; Tantangan Islam Kepada Sistem Dunia”, tertulis sebuah pernyataan, “Dalam gerakan Islam ekstrim, terkait dengan legitimasi Daulah Khilafah, terdapat semacam keyakinan agama yang mendominasi mereka bahwa Khilafah adalah sebuah benteng yang akan mengembalikan kekuatan Islam dan sebagai wasilah yang akan menantang dominasi Barat. Berdasarkan sumbernya dari al-Quran dan sejarah Islam, Gerakan-gerakan Islam itu memang mengalami perbedaan seputar metode menghidupkan Khilafah; dengan aktifitas jihad, perbaikan atau politik. Akan tetapi, mereka –dengan seluruh khayalannya –semuanya sepakat pada tujuan mengembalikan Khuilafah”.

Nu’man Hanif mengatakan, “Khilafah, sesuai dengan definisinya dalam pandangan Gerakan Islam Sunni, adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim untuk menerapkan hukum-hukum Syari’ah Islam dan mengemban Rislah Islam ke seluruh dunia”. Nu’man kembali mengatakan, “Gerakan Islam itu telah sukses memberikan sebuah ideology alternatif pengganti ideologi Libral-Skular Barat kepada mayoritas kaum Muslim dimana sample ini sesuai dengan al-Quran. Sementara itu, menghidupakan kembali Khilafah adalah puncak sample tersebut sekaligus satu-satunya sarana untuk menantang tatanan internasional yang didominasi pihak Barat”.

Nu’man juga mengatakan, “Pada faktanya, perkataan bahwa Islam politik telah gagal dikarenakan ketidak mampuannya menyesuaikan diri dengan kemajuan Barat dan kontruksi politik Barat, sesungguhnya tidak dapat dianggap sebagai vonis kegagalan Islam politik. Namun, hal itu justru merupakan bukti lain bahwa Islam dan tatanan politik Barat tidak dapat saling menyesuaikan sampai dari akarnya. Dari sisi lain, berdirinya gerakan-gerakan Islam dengan menyuguhkan frame Khilafah sebagai ganti politik dan sistem model Barat Skular saat ini, sesungguhnya menjadi bukti kesuksesan Islam politik”.

Nu’man kembali mengatakan, “Politik yang tegak diatas penyerangan terhadap ide Khilafah dengan mengaitakannya dengan kekerasan politik gerakan jihad sesungguhnya tidak akan dapat menggeser legalitasnya (Khilafah) yang digali dari al-Quran. Barangkali dunia Islam tidak sepenuhnya setuju dengan metode-metode mengangkat senjata gerakan jihad. Akan tetapi, tentu tidak akan ada lagi perdebatan mengenai legalitas (disyari’atkannya) Khilafah di dalam al-Quran. Sementara itu, gerakan Islam yang mengemban pemikiran politik dan menjauh dari cara-cara kekerasan memiliki seruan yang lebih dalam dan luas. Dimana ia menganggap dirinya sebagai penjaga ide menghidupkan kembali Khilafah. Serangan apapun yang ditujukan kepada Khilafah dianggap sebagai serangan kepada Islam”.

Pada 05/09/2006 M, George W.Bush kembali membicarakan Khilafah. Bush mengatakan, “Mereka itu sesungguhnya berusaha menegakkan kembali negara mereka yang amat unggul, Khilafah Islamiah. Dimana, semuanya akan dipimpin dengan ideologi yang sangat dibenci itu. Sistem Khilafah itu akan mencakup seluruh negeri-negeri Islam yang ada saat ini”.

Dalam konfrensi pers di gedung putih yang terselenggara pada 11/10/2006 M, Bush junior itu membicarakan tentang, “sebuah dunia dimana di dalamnya kelompok ekstrim berupaya merekrut para intlektual untuk merevolusi pemerintahan moderat dan mendirikan Khilafah sebagai gantinya”. Bush menambahkan, “Mereka menginginkan kita pergi, mereka ingin merevolusi pemerintahan dan mereka ingin membentangkan Khilafah Idiologis yang tidak memiliki prinsip-prinsip kebebasan alami dalam keyakinannya.

Situs pemberitaan Gedung Putih pada 20/10/2006 M, mempublikasikan sebuah ungkapan George Bush, “Orang-orang fundamentalis itu bercita-cita mendirikan Daulah Khilafah sebagai sebuah negara hukum dan menginginkan menyebarkan akdiah mereka dari Indonesia hingga Spanyol”.

Mentri pertahanan Amerika, Donald Rumsfeld, dalam sebuah acara perpisahannya mengatakan “Mereka ingin menghancurkan dan menggoyahkan sistem pemerintahan Islam moderat dan mendirikan Daulah Khilafah”.

Dalam sebuah buku yang terbit pada 2007 M dengan judul, “Suqûth wa Shu’ûd al-Daulah al-Islâmiyah (Runtuh dan Berdirinya Daulah Islam)”, karya seorang dosen hukum di Universitas Harvard yang amat terkenal, Prof. Noah Feldman, dikatakan, “Dapat ditegaskan bahwa meningkatnya dukungan rakyat (Islam) terhadap sayri’ah Islam pada kali yang lain pada dewasa ini –meskipun pernah mengalami keruntuhan –akan dapat mengantarkan pada wujudnya Khilafah Islamiah yang sukses”. Dalam bukunya ini, Noah Feldman mengatakan bahwa, ketika suatu kerajaan dan sistem pemerintahan itu telah mengalami keruntuhan, maka sesungguhnya kerajaan dan sistem pemerintahan itu telah runtuh dan tidak akan kembali, sebagaimana yang terjadi pada Sosialisme dan Monarki yang berkuasa, kecuali dalam dua keadaan saja yang sedang terjadi pada saat ini. Pertama, adalah sistem Demokrasi yang dulu telah pernah mendominasi di kerajaan Romania, dan dalam keadaan negara tersebut adalah Negara Islam”.

Penulis ini mengamati sebuah fenomena besar, kuat dan terus berkembang dari Marokko hingga Indonesia; yakni bangsa-bangsa Islam yang menuntut kembalinya Syari’at Islam. Khusunya di negara-negara yang berpenduduk besar, seperti, Mesir dan Pakistan. Penulis ini bertanya-tanya, “Mengapa orang-orang sekarang menuntut kembalinya syari’ah Islam dan tertarik kepadanya? Padahal pendahulu mereka, pada masa kontemporer ini telah membuangnya dan mensifatinya sebagai warisan masa lalu yang telah usang”. Penulis ini kembali mengatakan, “Penyebab yang tersembunyi adalah bahwa para penguasa saat ini telah mengalami kegagalan dalam pandangan bangsa-bangsa itu. Termasuk Barat. Dan sementara itu, bangsa-bangsa Islam saat ini sangat membutuhkan keadilan”. Terlebih lagi, sampai saat ini, tidak ada jajaran ulama’ atau para qadhi sejati sebagaimana dalam masa pemerintahan Islam.

Pusat kajian strategi di Universitas Yordan pernah melakukan sebuah survey yang disebar pada April 2007 M di empat negara besar di dunia Islam (Marokko, Mesir, Indonesia dan Pakistan) seputar:

a) Dukungan penerapan syari’ah Islam di dunia Islam

b) Bersatu dengan negara-negara lain di bawah bendera seorang Khalifah atau Khilafah

c) Menolak penjajahan asing dan politik negara-negara Barat secara umum

d) Menolak penggunaan kekerasan melawan rakyat sipil

Hasil survey ini membuktikan bahwa prosentasi keseparakatan atas ide-ide di atas mencapailebih 75% pada beberapa maslah. Di Marokko para pendukung penerapan Islam, syari’ah dan Khilafah mencapai 76%, di Mesir 74%, di Pakistan 79% dan di Indonesia 53%.(http://www.hizb.org.uk./hizb/resources/issu…slim-word.html)

Surat kabar al-Hayât, pada 28/07/2007 M, menyebutkan bahwa Zalmay Khalilzad, delegasi Amerika Serikat di PBB, dalam pembicaraannya kepada surat kabar Die Presse Austrian memperingatkan “bahwa, pergolakan di Timur Tengah dan Hadharah Islam dapat menyebabkan terjadinya perang dunia ketiga”. Zalmay menambahkan, “Bahwa Timur Tengah kini sedang melewati sebuah fase transfomasi yang sulit menuju sebuaha ghâyah (puncak tujuan) yang akan menampakkan kekuatan ekstrimisme dan mempersiapkan lahan yang subur bagi terorisme”. Zalmay juga mengatakan, “Dunia Islam akan menggabungkan diri pada sebuah aliran arus Internasional (al-tiyâr al-duwaly) yang sedang mendominasi. Akan tetapi, hal itu tentu membutuhkan waktu yang cukup”.

Zalmay Khalilzad menambahkan kembali, “Orang-orang kolot itu kini telah memulainya. Akan tetapi mereka tidak memiliki kesepakatan pendapat terkait posisi mereka. Sebagian mereka menginginkan kembali pada abad ke enam dan ketujuh Masehi, pada abad dimana Nabi Muhammad di lahirkan”. Zalmay Khalilzad kembali melanjutkan, “Masalah ini mungkin membutuhkan beberapa dekade, sehingga sebagian mereka itu memahami bahwa mereka sesungguhnya dapat tetap menjadi orang-orang Muslim dan dalam waktu yang sama juga dapat bergabung dengan dunia yang baru”.

Pada 24/08/2007 M, Presdiden Prancis, Sarkozy, mengatakan, “Rasanya tidak perlu menggunakan bahasa kayu (kekerasan). Sebab, konfrontasi semacam ini justru disukai oleh kelompok ekstrim yang bermimpi menegakkan Khilafah dari Indonesia hingga Nigeria . Mereka tidak pernah menerima bentuk keterbukaan apapun, mereka juga tidak pernah menerima modernitas dan keberagaman apapun”. Demikian asumsi Sarkozy. Pada waktu ia juga mengatakan, “Sesungguhnya tidak dapat diremehkan adanya kemungkinan konfrontasi antara Islam dan Barat”.

Ketua Dewan Duma (Parlemen Rusia), Mikael Boreyev, menegaskan bahwa “dunia kini sedang menuju penyatuan menjadi lima negara besar; Rusia, Cina, Khilafah Islamiah dan Konfederasi yang mencakup Amerika”. Mikael Boreyev menambahkan, “dan ditambah satu lagi, yaitu India, apabila ia sukses melepaskan diri dari kekuatan Islam yang amat kuat yang mengepungnya”. Demikian Boreyev menuturkan. Pemuatan sebuah peta dunia pada sampul sebuah buku berjudul, “Rusia Emperium Ketiga (al-Rusiya Imbrathuriyah al-Tsâlitsah)”, karya Boreyev nampak sekali disana hanya terdapat sejumlah negara. Sementara, Eropa akan berada dibawah Rusia yang diprediksikan oleh penulis akan menjadi emperyor ketiga (Setelah masa Kekasisaran dan Sosialisme). Boreyev, sebagaimana dirilis oleh surat kabar al-Khalîj al-Imâratiyah, memprediksi negaranya akan kembali menjadi negara emperyor dan akan mendominasi Benua Eropa yang diprediksikan akan segera terhapus negaranya dan runtuh peradabannya. Boreyev memberikan sinyalemen bahwa ia tidak bisa secara pasti meyakini bahwa Rusia akan menduduki benua Eropa. Akan tetapi, ia yakin bahwa hadharah Eropa sedang menuju kehancuran. Dan hal ini pasti akan di duduki atau diperangi oleh negara ini (Rusia) atau negara itu (Khilafah Islamiah atau negara-negara besar lainnya). Ketua Dewan Duma ini memprediksikan bahwa dengan datangnya tahun 2020 M, mayoritas negara-negara di dunia (yang saat ini ada) akan mengalami kehancuran. Dia memberikan isyarat bahwa nanti hanya akan ada lima negara besar, atau emperyor, saja. Yakni; Rusia yang telah menggabungkan Eropa kedalamnya; Cina, yang akan mendominasi negara-negara Timur Tengah dengan kekuatan ekonomi dan militernya; Khilafah Islamiah yang akan membentang dari Jakarta hingga Tangier dan mayoritas daerah Afrika selatan padang pasir; dan Konfederasi yang menggabungkan benua Amerika Utara dan Amerika Selatan. Boreyev melihat bahwa India juga mungkin akan menjadi negara besar jika ia mampu menghadapi kekuatan Islam yang meliputinya. (sumber : majalah alwaie arab edisi khusus)

»»  read more

Kamis, 10 September 2009

Mengapa Kaum Muslim Dibantai?

Bukan hal yang aneh ketika musuh-musuh umat Islam memerangi Islam, membunuh dan membantai kaum Muslim. Sebab, Allah SWT telah berfirman:

وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلاَّ أَن يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ

Dan mereka tidak menyiksa orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (TQS. Al-Buruj [85]: 8)

Namun yang aneh, mengherankan, dan bahkan diluar nalar orang yang berakal adalah ketika kaum Muslim satu sama lain saling membunuh tanpa alasan yang jelas. Sementara di saat yang sama para musuh mereka juga melakukan beragam cara pembantaian terhadap umat Islam, dan merancang berbagai strategi serta kebijakan untuk melenyapkannya.

Mengapa kaum Muslim dibantai? Mengapa darah kaum Muslim begitu direndahkan? Karena alasan apa darah-darah tidak berdoasa itu ditumpahkan? Mengapa mereka berada di barisan musuh umat Islam justru untuk membunuh umat Islam sendiri? Mengapa peperangan dan pertarungan ini dilakukan kepada Allah, Rasul-Nya, dan kepada orang-orang Mukmin?

Padahal Rasulullah SAW telah bersabda:

مَنْ أَهَانَ لِي وَلِيّاً فَقَدْ بَارَزَنِي بِالْعَدَاوَةِ

Siapa saja yang melakukan penghinaan terhadap wali (kekasih)-Ku, maka ia benar-benar mengajak permusuhan dengan Aku.” (HR. Thabarani dalam al-Kabir dari jalan Abu Umamah)

Rasulullah SAW juga bersabda:

مَنْ عَادَى لِي وَلِيّاً فَقَدْ بَارَزَ اللَّهَ بِالْمُحَارَبَةِ

Siapa saja yang memusuhi wali (kekasih)-Ku, maka ia benar-benar mengajak berperang dengan Allah.” (HR. Hakim. Dia berkata hadits ini shahih dari jalan Mu’ad bin Jabal)

Apakah pembunuhan ini dan itu terjadi karena kebodohan terhadap hukum-hukum Islam? Ataukah ini gejala kembalinya ke masa jahiliyah? Apakah pembunuhan itu dilakukan untuk mewujudkan kepentingan kepribadian seseorang yang egois, atau untuk mewujudkan kepentingan bangsa Timur dan Barat?

Bukankah Allah—Azza wa Jalla (Dzat Yang Maha Mulia lagi Maha Tinggi)—telah berfirman:

وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَاناً وَكُنتُمْ عَلَىَ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (TQS. Ali Imran [3]: 103).

Bukankah dengan ayat itu Allah SWT mengharam pembunuhan? Bukankah pembunuhan termasuk di antara dosa besar yang menyebabkan murka dan laknat Allah? Sebagaimana firman Allah SWT:

وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِناً مُّتَعَمِّداً فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِداً فِيهَا وَغَضِبَ اللّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَاباً عَظِيماً

Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (TQS. An-Nisa’ [4]: 93).

Dan firman-Nya:

وَالَّذِينَ لاَ يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهاً آخَرَ وَ لاَ يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَلاَ يَزْنُونَ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَاماً. يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَاناً. إِلاَّ مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلاً صَالِحاً فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً

Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (TQS. Al-Furqan [25]: 68-70).

Dan firman-Nya:

مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَن قَتَلَ نَفْساً بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعاً وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعاً وَلَقَدْ جَاءتْهُمْ رُسُلُنَا بِالبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيراً مِّنْهُم بَعْدَ ذَلِكَ فِي الأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ

Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.” (TQS. Al-Maidah [5]: 32).

Dan firman-Nya:

وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ. بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ

Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh.” (TQS. Takwir [81]: 8-9)

Nabi SAW bersabda: “Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan (dosa besar). Kemudian beliau menyebutkan, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak (alasan yang dibenarkan syara’).

Seseorang berkata kepada Nabi SAW: “Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah SWT? Beliau bersabda: “Membuat Tuhan tandingan selain Allah, padahal Allah-lah satu-satunya yang menciptakan kamu.” Orang itu berkata: “Kemudian apa?Beliau bersabda: “Kamu membunuh anakmu karena takut anak itu makan bersamamu.Orang itu berkata: “Kemudian apa?” Beliau bersabda: “Kamu berzinah dengan istri tetanggamu.” Kemudian Allah SWT menurunkan ayat yang membenarkan apa yang disabdakan Rasulullah SAW. “Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya)” (TQS. Al-Furqan [25]: 68)

Rasulullah SAW bersabda: “Apabila dua orang Muslim saling membunuh dengan pedangnya, maka yang membunuh dan yang dibunuh sama-sama masuk neraka.” Dikatakan: “Wahai Rasulullah, tentang yang membunuh masuk neraka ini kami memahami, tetapi kami tidak paham jika yang dibunuh masuk neraka? Beliau bersabda: “Dia (yang dibunuh) juga ingin sekali membunuh orang yang membunuhnya.

Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kalian kembali kafir sesudahku, di mana satu dengan yang lain saling membunuh.

Rasulullah SAW bersabda: “Seorang hamba akan selalu dalam kelapangan agamanya selama ia tidak menumpahkan darah yang diharamkan.

Rasulullah SAW bersabda: “Persoalan di antara manusia yang akan diputuskan pertama kali pada hari kiamat adalah masalah darah (pembunuhan).

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda: “Meninggalnya satu orang Mukmin itu lebih besar di sisi Allah dari pada hilangnya dunia.

Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja yang membunuh seorang kafir mu’ahid (ada ikatan perjanjian dengan negara Islam), maka ia tidak akan mendapatkan bau surga, padahal baunya telah tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari)

Ini adalah hukuman akibat membunuh kaum kafir di antara Yahudi dan Nasrani (Kristen) yang memiki ikatan perjanjian dengan negara Islam. Maka bagaimana dosa (hukuman) yang harus diterima jika seorang Muslim membunuh saudaranya sesama Muslim?

Untuk apa dan atas pertimbangan apa pembunuhan yang menghinakan dan memalukan ini dilakukan?

Sesungguhnya semua negeri-negeri Islam saat ini tidak menerapkan Islam. Negeri-negeri Islam sangat terbuka untuk kedutaan asing, bahkan merekalah seolah-olah penguasa yang sebenarnya. Negeri-negeri Islam berubah menjadi wilayah konflik, krisis ekonomi, politik, dan sosial, fitnah, perang saudara yang menyebabkan sejumlah besar kaum Muslim meninggal. Akibatnya kekuatan umat dan kekayaannya hilang sia-sia. Bukankah perang Irak dengan Iran, dan Irak dengan Kwait sebagai fakta yang masih belum hilang dari ingatan kita!!

Sesungguhnya, sikap kaum Muslim yang condong atau cenderung kepada Timur atau Barat, maka inilah yang menyebabkan kita (kaum Muslim) senantiasa diselimuti berbagai krisis dan fitnah. Dan Allah SWT telah berfirman:

وَلاَ تَرْكَنُواْ إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُواْ فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُم مِّن دُونِ اللّهِ مِنْ أَوْلِيَاء ثُمَّ لاَ تُنصَرُونَ

Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (TQS. Hud [11]: 113)

Sungguh, menjaga persatuan negeri-negeri kaum Muslim merupakan kewajiban syar’iy (Islam). Sehingga kapanpun dengan alasan apapun tidak boleh (haram) memecah negeri-negeri kaum Muslim menjadi pecahan-pecahan kecil dan institusi-instirusi kartun (boneka), yang dipimpin oleh orang yang tunduk kepada asing; menjalankan politiknya. Sadarlan bahwa kaum kafir tidak hanya memecah dunia Islam hingga menjadi lebih dari lima puluh tujuh pecahan. Namun mereka berhasil mengangkat dan menempatkan para penguasa antek atau komparador di atas pundak umat, dan akhirnya dengan mereka itulah kaum kafir meracuni umat dengan berbagai bentuk kehinaan, kerendahan, dan siksaan. Ketika mereka berkumpul, maka mereka berkonspirasi; sebaliknya apabila mereka pecah, maka mereka hidup saling membunuh dan membantai. Sehingga potensi negara dan rakyat menjadi hilang dengan sia-sia. Sungguh, ini semua merupakan aib, keburukan, dan momok yang mengotori dan mencoreng umat Islam yang mulia ini.

Sesungguhnya, soslusi satu-satunya untuk menjaga darah kaum Muslim dan kehormatannya; menjaga persatuan setiap negeri Islam; bahkan menjaga persatuan seluruh negara Islam adalah dengan mengubah semua sisten yang ada (yang saat ini sedang diterapkan) di dunia Islam. Kemudian di atas puing-puing kehancurannya diterapkan sistem Islam dalam naungan satu negara Islam, yaitu Khilafah Rasyidah yang kedua, yang dipimpin oleh seorang Khalifah. Kemudian dengannya, Islam akan diterapkan dengan sempurna, seperti yang diterapkan Rasulullah SAW yang mulia, dan para Khalifah sesudahnya; menghilangkan kezaliman dari tengah-tengah kehidupan masyarakat; menegakkan keadilan; membebaskan negeri dan umat Islam; menebarkan kebaikan; dan mengambil kendali inisiatif dari negara-negara kafir, agar negara Islam menjadi negara nomor satu di dunia; menyebarkan Islam ke seluruh dunia, untuk mengeluarkan manusia dari kegelapam menuju cahaya (Islam); serta menyelamatkan mereka dari kezaliman dan bobroknya sistem Kapitalisme Demokrasi yang zalim ini. Mengapa tidak dikatakan demikian, padahal Rasulullah SAW telah menyampaikan kabar gembira dengan sabdanya. Sementara beliau sendiri adalah seorang yang jujur dan dapat dipercaya.

ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ

Lalu akan ada fase penguasa diktator. Dengan kehendak Allah, ia akan tetap ada, kemudian Dia akan mengakhirinya, jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Selanjutnya akan datang kembali Khilafah berdasarkan metode kenabian.” (HR. Ahmad)

Dan untuk mewujudkan kebaikan inilah, seharus kaum Muslim beraktivitas dengan semangat dan serius.

فَسَتَذْكُرُونَ مَا أَقُولُ لَكُمْ وَأُفَوِّضُ أَمْرِي إِلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ

Kelak kamu akan ingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya”. (TQS. Al-Mu’min [40]: 44)

Sumber: www.al-aqsa.orga (17/08/2009)

Oleh: ‘Ahid Nashiruddin

»»  read more

Selasa, 08 September 2009

Islam,Khilafah, dan Hizbut Tahrir Dalam Pandangan Barat (3)

PERADABAN BARAT DIAMBANG KERUNTUHAN

Akan tetapi, ditengah kerumunan permusuhan Barat yang amat bengis terhadap Islam, akidah dan syari’ahnya, pada tahun 2008 M telah terjadi sebuah gaung keruntuhan bagi ekonomi Kapitalis yang akan diteruskan dengan kehancuran ideologi Kapitalisme. Barat telah mengumumkan kebangkrutannya dalam aspek ini. Diantara topik yang amat paradoks, dimana pada saat Islam disebut-sebut sebagai agama konservatif, lalim, ketinggalan zaman, tidak berperadaban…dan harus diubah, justru dari sana, dari ‘rumah’ mereka sindiri, menggaung sebuah seruan yang menyatakan bahwa Islam-lah yang akan menyelamatkan dunia.

Seruan itu menyatakan bahwa, “Kita sangat-sangat butuh untuk membaca al-Quran, sebagai ganti dari Injil, demi memahami apa sebenarnya yang terjadi pada bank-bank kita”. Dengan nada yang bertanya-tanya, seruan itu mengatakan, “Apakah Wall Street mampu untuk memeluk prinsip-prinsip syari’ah Islam?”, dan sekaligus memberikan isyarat akan pentingnya sistem pendanaan Islam dan perannya dalam menyelamatkan ekonomi Barat. Dan sampai Paus sekalipun, yang baru beberapa bulan menghina Islam, tiba-tiba ia muncul dalam sebuah surat kabar yang berada di bawah komando politiknya, Romanian Observatory, dengan menyatakan keharusan mengambil pelajaran dari cara Islam dalam pendanaan melalui hutang yang benar-benar jauh dari riba (bunga) dan judi. Ya, benar. Barat yang telah dengan terus terang mengumumkan peperangan gilanya terhadap Islam, kini mereka telah mengumumkan, baik para pengamat, politisi maupun para pemikirnya, bahwa masa depan pertempuran ini akan berada di tangan Islam. Sementara, Barat akan benar-benar runtuh hadharahnya.

Dalam bukunya, Mâ Warâ’ al-Islâm, Nixon mengatakan, “Pada kenyataannya, yang mengancam dunia ini ialah bahwa negara kita mungkin saja kaya dengan berbagai komoditi, akan tetapi miskin spritual. Pendidikan dan pengajaran yang buruk, kriminalitas yang kian terus bertambah, kekerasan yang kian terus meningkat, perpecahan atas dasar rasisme yang kini terus berkembang, kemiskinan yang terus menjalar, dampak narkotika, budaya yang hancur di dalam sarana-sarana hiburan, merosotnya pelaksanaan hak-hak dan tanggung jawab sipil dan meluasnya kekosongan spritual, itu semua telah mengakibatkan cerai-berai dan keterasingan orang-orang Amerika dari negeri-negeri mereka, agama mereka dan bahkan antar mereka sendiri”.

Zbigniew Brzezinski, mantan penasehat keamanan nasional Amerika, mengatakan, “Masyarakat yang telah tenggelam dalam syahwat (msyarakat Amerika), sesungguhnya tidak akan mampu membuat undang-undang moral bagi dunia. Sementara, hadharah manapun yang tidak mampu mempersembahkan kepemimpinan moral, maka dipastikan akan sirna dan hancur”.

Adapun Samuel Huntington, setelah mempertimbangkan aspek-aspek ekonomi dan kependudukan sebagai faktor-faktor yang akan menjadikan hadhârah Amerika (Barat) beranjak dari atas pentas negera dunia menuju pentas kehancuran, maka Huntington mengingatkan bahwa disana terdapat hal yang lebih dari pada faktor-faktor tersebut; itulah problem kehancuran moral, bunuh diri, dan perpecahan politik di dunia Barat. Dalam kaitannya dengan nampaknya kehancuran moral, Huntington menyebutkan sebagai berikut:

· Bertambahnya perilaku yang melanggar nilai-nilai sosial; seperti, kriminalitas, penggunaan narkotika dan berbagai tindak kekerasan secara umumnya.

· Hancurnya urusan rumah tangga. Hal ini mencakup meningkatnya ratio perceraian, anak tidak resmi, banyaknya remaja putri yang hamil, dan bertambahnya jumlah single parent family (keluarga berorangtua tunggal)

· Lemahnya etika kerja secara umum dan meningkatnya kecenderungan ketenggelaman sosial.

· Menurunnya komitmen pendidikan dan kegiatan pemikiran. Hal nampak pada rendahnya tingakat pencapaian bidang akademik negara Amerika Serikat (AS)

Lebih lanjut Huntington menuturkan bahwa “Kecenderungan-kecenderungan negatif ini-lah yang secara alami akan mengantarkan pada kepastian keunggulan moral (al-tafawwuq al-akhlâqy) bagi kaum Muslim. Sehingga, tentu saja mereka (kaum Muslim) akan membuang sikap indimâj/integrasi (menyatu dengan Barat) dan diganti dengan melanjutkan komitmen terhadap nilai-nilai, tradisi dan tsaqafah serta budaya original masyarakat mereka disertai dengan memasarkannya. Ketika proses isti’âb/kulturisasi (penyerapan) dan indimâj/integrasi (menyatu dengan Barat) mengalami kegagalan, maka, dalam kondisi semacam ini Amerika Serikat akan menjadi sebuah negara yang terpecah-pecah atau terbelah-belah dengan segala derivasinya berupa berbagai kemungkinan pergolakan dan perpecahan internal.

Surat kabar al-Wathan, Kuwait, dalam edisinya yang terbit pada 18/10/2006 M mempublikasikan sebuah berita yang dikutip dari “Financial Times, London, tulisan Richard Haas, ketua Dewan Hubungan Luar Negeri Amerika, yang mengemukakan bahwa keputusan perang Iraq adalah penyebab pertama selesainya masa (kekuasaan) Amerika di wilayah itu. Dalam tulisan itu juga tertera, “Hari ini, setelah sekitar delapan puluh tahun dari runtuhnya kerajaan Utsmaniah dan lima puluh tahun dari akhir masa penjajahan serta kurang dari dua puluh tahun dari selesainya perang Dingin, dapat kita katakan bahwa masa (kekuasaan) Amerika di wilayah-wilayah tersebut telah berakhir. Hanya saja, mimpi-mimpi yang selalu menggelayuti hayalan sebagian orang seputar berdirinya Timur Tengah yang damai, cerah dan demokratis seperti Eropa tidak pernah akan menjadi kenyataan. Hal itu karena, kemungkinan yang amat kuat adalah lahirnya Timur Tengah Baru yang akan membangkitkan banyak kerugian bagi dirinya sendiri dan bagi Dunia. Amerika Serikat, pada masa kejayaannya, yang dimulai setelah runtuhnya Uni Soviet, telah menikmati kekuasaan dan kebebasan bertindak yang belum pernah terwujud sebelumnya. Akan tetapi, masa ini tidak bisa berlangsung kecuali hanya kurang dari dua dekade karena ada beberapa sebab.

Pertama adalah keputusan kantor presiden untuk melakukan penyerangan terhadap Iraq dan cara pengarahan aktifitas ini serta dampak yang diakibatkan oleh pendudukan. Usailah sudah negara Iraq yang sebelumnya dihegomoni oleh kelompok Sunni yang memiliki kekuatan untuk menciptakan keseimbangan dengan Iran. Sementara itu, banyak faktor-faktor lain yang bermunculan diatas pentas berbagai peristiwa. Diantaranya; selesainya aktifitas perdamaian di Timur Tengah, gagalnya sistem Arab konvensional dalam menghadang pengaruh Islam radikal, dan kemudian globalisasi yang telah menjadikan jalan yang mudah bagi kelompok radikal untuk mendapatkan pendanaan, persenjataan, pemikiran dan pasukan. Washinton akan terus menghadapi tantangan yang semakin bertambah dari para pemain lain dimana yang paling nampak adalah Uni Eropa, Cina dan Rusia. Akan tetapi, masalah yang paling banyak harus mendapatkan perhatian dari pada semua itu adalah tantangan yang akan lahir dari Negara-negara di wilayah Timur Tengah dan organisasi-organisasi radikal yang bersarang di sana”.

Patrick Bokna, salah seorang yang pernah dicalonkan dalam pemilihan presiden Amerika, dalam sebuah makalah yang berjudul “Apakah Perang Peradaban Akan Meletus” yang ia tulis seputar perang yang dipimpin oleh Amerika melawan apa yang disebut dengan terorisme, mengatakan, “Islam tidak mungkin dapat dihancurkan dan hanya akan selesai dengan kerugian. Hal ini didasarkan pada fakta kepastian hasil akhir peperangan agama apapun dengan kemenangan kekuatan Islam. Akan tetapi, tidak mungkin kita dapat menghancurkan Islam sebagaimana kita menghancurkan Nazisme, Fasisime dan speritual militer Jepang, Bolshevik dan Sosialisme (Sufiyâtiyah). Islam telah benar-benar mampu eksis selama kurang lebih empat ratus tahun, sebagaimana Islam adalah sebuah akidah yang menghegomoni lima puluh tujuh (57) negara. Dia benar-benar tidak dapat dihancurkan. Dari sisi materi Barat memang unggul. Akan tetapi, bagaimanapun juga keunggulan materi tidak mempu menghalangi hancurnya kekaisaran Sosialisme (Sufiyâtiyah). Dan jika faktor akidah adalah sebagai pemutus, maka Islam sesungguhnya adalah agama yang terus bertempur dan bergerak, sementara Kristen adalah agama yang jumud. Islam adalah agama yang terus mengalami perkembangan, sementara Kristen adalah agama yang kurus kering. Para pasukan Muslim adalah orang-orang yang selalu siap kalah dan mati, sementara Barat selalu menghindari beban kerugian. Patrick Bokna mengakhiri ungkapannya dengan, “Kalian jangan meremehkan Islam. Sebab Islam adalah agama yang paling cepat menyebar di Eropa…Dan agar anda dapat mengalahkan sebuah akidah, maka anda-pun harus memiliki akidah. Lantas apakah akidah kita? Kecenderungan individualisme?”

Tuliasan singkat politikus ini juga pernah dimuat pada 23/06/2006 M di “Muassasah Munâhadhat al-Harb” dengan judul Fikrah Âna Awânuhâ (Cita-cita Yang Telah Tiba Saatnya). Dalam tulisannya ini, Patrick Bokna menceritakan bahwa ide berhukum dengan Islam (Negara Islam) semakin menguat tali-talinya (akar-akarnya) ditengah-tengah kaum Muslim. Ia menuturkan bahwa ketika kita (Barat) menyaksikan tentara bersajata Amerika memerangi kelompok Sunni yang memberontak terhadap pemerintah, kelompok mujahidin Syi’ah, kelompok Jihadi Iraq dan kelompok Taliban yang membangkang terhadap undang-undang, dan mereka selalu mendekatkan diri kepada Allah, kita langsung teringat ungkapan Victor Hugo “Kekuatan tentara manapun tidak akan menandingi bangkitnya kekuatan Cita-cita Yang Telah Tiba Saatnya”. Pemikiran yang telah menyatu dengan pasukan perlawanan ini sesungguhnya adalah sebuah pemikiran yang sangat menentukan. Sebab, mereka meyakini bahwa di sana ada satu Tuhan, yaitu Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, Islam (atau tunduk kepada al-Quran) adalah satu-satunya jalan menuju surga dan bahwa masyarakat rabbâni wajib berhukum dengan syari’at Islam atau undang-undang Islam. Setelah mencoba berbagai jalan (aturan) yang akhirnya mengantarkan mereka pada kegagalan, kini mereka telah kembali ke pangkuan Islam. Ribuan juta kaum Muslim telah mulai kembali kepada akar mereka denga (cara menerapkan) Islam yang lebih bersih. Kekuatan keimanan di dalam Islam sungguh luar biasa. Buktinya Islam masih tetap eksis meskipun telah berlangsung dua abad kekalahan dan kehinaan yang menimpa kerajaan Ustmani dan dihancurkannya Khilafah pada masa Mustafa Kemal Ataturk, sebagaimana Islam juga telah mengalami penderitaan akibat pemeritah Barat selama beberapa generasi. Islam benar-benar telah membuktikan bahwa ia jauh lebih kuat dari pada faham nasionalisme Yaseer Arafat atau Sadam Husen. Yang harus difahami oleh Amerika ialah bahwa masalah ini bukan masalah yang biasa bagi kita. Dari Marokko hingga Pakistan; Amerika setelah ini tidak akan melihat kami lagi sebagai mayoritas meskipun kita adalah manusia yang baik-baik. Jika Negara Islam adalah sebuah pemikiran yang semakin menguat tali-talinya (akar-akarnya) di tengah-tengah kaum Muslim, maka bagaimana kekuatan pasukan yang terkuat di muka bumi ini dapat menghentikannya? Tidakkah kita membutuhkan politik (taktik) baru?!”.

Surat kabar al-Mujtama’ al-Kuwaitiyah edisi 119 tanggal 05/03/1996 M mengutip bahwa Jim Miran, anggota dewan urusan luar negeri kongres Amerika, menuturkan kepada direktur surat kabar, “Saya meyakini abad mendatang adalah abad Islam, abad tsaqafah Islam, dan abad ini akan menjadi sebuah kesempatan untuk semakin menciptakan kedamaian dan kesejahtraan di setiap penjuru dunia”. (sumber : majalah alwaie arab edisi khusus)

»»  read more

Followers