Tampilkan postingan dengan label Tsaqafah Pemikiran lainnya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tsaqafah Pemikiran lainnya. Tampilkan semua postingan

Selasa, 05 Januari 2010

Pluralisme Bertentangan dengan Islam, Haram Menyebarkan dan Menerapkannya

Bersamaan dengan meninggalnya Gus Dur, isu pluralisme kembali menjadi perbincangan. Presiden SBY pun secara khusus memberikan gelar “Bapak Pluralisme” untuk Gus Dur. Padahal MUI sendiri dalam fatwanya No.7/MUNAS VII/MUI/11/2005 telah dengan jelas-jelas menyebutkan bahwa pluralisme adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, dan umat Islam haram mengikuti paham tersebut. Bagaimana sesungguhnya pluralisme itu dan bagaimana pandangan Islam terhadapnya ?

Pluralisme didefinisikan sebagai paham yang mengakui adanya pemikiran beragam -agama, kebudayaan, peradaban, dan lain-lain. Kadang-kadang pluralisme juga diartikan sebagai paham yang menyatakan, bahwa kekuasaan negara harus diserahkan kepada beberapa golongan (kelompok), dan tidak boleh dimonopoli hanya oleh satu golongan. Merujuk pada definisi kedua ini, Ernest Gellner menyebut model masyarakat yang menjunjung tinggi hukum dan hak-hak individu sebagai masyarakat sipil (civil society). Gellner juga menyatakan bahwa civil society merupakan ide yang menggambarkan suatu masyarakat yang terdiri dari lembaga-lembaga otonom yang mampu mengimbangi kekuasaan negara.

Kemunculan ide pluralisme –terutama pluralisme agama- didasarkan pada sebuah keinginan untuk melenyapkan truth claim yang dianggap sebagai pemicu munculnya ekstrimitas, radikalisme agama, perang atas nama agama, konflik horizontal, serta penindasan antar umat agama atas nama agama. Menurut kaum pluralis, konflik dan kekerasan dengan mengatasnamakan agama baru sirna jika masing-masing agama tidak lagi menganggap agamanya paling benar (lenyapnya truth claim). Adapun dilihat dari cara menghapus truth claim, kaum pluralis terbagi menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama berusaha menghapus identitas agama-agama, dan menyerukan terbentuknya agama universal yang mesti dianut seluruh umat manusia. Menurut mereka, cara yang paling tepat untuk menghapus truth claim adalah mencairkan identitas agama-agama, dan mendirikan apa yang disebut dengan agama universal (global religion). Sedangkan kelompok kedua menggagas adanya kesatuan dalam hal-hal transenden (unity of transenden). Dengan kata lain, identitas agama-agama masih dipertahankan, namun semua agama harus dipandang memiliki aspek gnosis yang sama. Menurut kelompok kedua ini, semua agama pada dasarnya menyembah Tuhan yang sama, meskipun cara penyembahannya berbeda-beda. Gagasan kelompok kedua ini bertumpu pada ajaran filsafat perennial yang memandang semua agama menyembah Realitas Mutlak yang sama, dengan cara penyembahan yang berbeda-beda.

Inilah gagasan-gagasan penting seputar ide pluralisme agama yang saat ini dipropagandakan di dunia Islam melalui berbagai cara dan media, misalnya dialog lintas agama, doa bersama, dan lain sebagainya. Pada ranah politik, ide pluralisme didukung oleh kebijakan pemerintah yang harus mengacu kepada HAM dan asas demokrasi. Negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada setiap warga Negara untuk beragama, pindah agama (murtad), bahkan mendirikan agama baru. Setiap orang wajib menjunjung tinggi prinsip kebebasan berfikir dan beragama, seperti yang dicetuskan oleh para penggagas paham pluralisme.

Argumentasi Para Penggagas Pluralisme Agama dan Koreksinya

Meskipun ide pluralisme –baik yang beraliran agama global maupun kesatuan transenden — ditujukan untuk meredam konflik akibat adanya keragaman agama, dan truth claim, namun ide ini ujung-ujungnya malah menambah jumlah agama baru dengan truth claim yang baru pula. Wajar saja jika ide ini mendapat tantangan keras dari agama beserta pemeluknya, terutama Islam dan kaum Muslim. Oleh karena itu, para pengusung gagasan pluralisme berusaha dengan keras mencari pembenaran dalam teks-teks agama agar paham ini (pluralisme) bisa diterima oleh kaum Muslim. Adapun alasan-alasan yang sering mereka ketengahkan untuk membenarkan ide pluralisme tersebut adalah sebagai berikut:

a. Surat al-Hujurat Ayat 13

Allah swt telah berfirman;

يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan, dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian adalah orang yang paling bertaqwa di sisi Allah. “(al-Hujurat:13).

Menurut kaum pluralis, ayat ini menunjukkan adanya pengakuan Islam terhadap ide pluralisme.

Koreksi:

Pada dasarnya, ayat ini sama sekali tidak berhubungan dengan ide pluralisme agama yang diajarkan oleh kaum pluralis. Ayat ini hanya menjelaskan keberagaman (pluralitas) suku dan bangsa. Ayat ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa Islam mengakui ‘klaim-klaim kebenaran” (truth claim) dari agama-agama, isme-isme, dan peradaban-peradaban selain Islam. Ayat ini juga tidak mungkin dipahami, bahwa Islam mengakui keyakinan kaum pluralis yang menyatakan, bahwa semua agama yang ada di dunia ini menyembah Satu Tuhan, seperti Tuhan yang disembah oleh kaum Muslim. Ayat ini juga tidak mungkin diartikan, bahwa Islam telah memerintahkan umatnya untuk melepaskan diri dari identitas agama Islam, dan memeluk agama global (pluralisme). Ayat ini hanya menerangkan, bahwa Islam mengakui adanya pluralitas (keragaman) suku dan bangsa, serta identitas-identitas agama selain Islam; dan sama sekali tidak mengakui kebenaran ide pluralisme.

Agar kita bisa memahami makna ayat tersebut di atas, ada baiknya kita simak kembali penjelasan para mufassir yang memiliki kredibilitas ilmu dan ketaqwaan.

Dalam kitab Shafwaat al-Tafaasir, Ali al-Shabuniy menyatakan, “Pada dasarnya, umat manusia diciptakan Allah swt dengan asal-usul yang sama, yakni keturunan Nabi Adam as. Tendensinya, agar manusia tidak membangga-banggkan nenek moyang mereka. Kemudian Allah swt menjadikan mereka bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, agar mereka saling mengenal dan bersatu, bukan untuk bermusuhan dan berselisih. Mujahid berkata, “Agar manusia mengetahui nasabnya; sehingga bisa dikatakan bahwa si fulan bin fulan dari kabilah anu’. Syekh Zadah berkata, “Hikmah dijadikannya kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar satu dengan yang lain mengetahui nasabnya. Sehingga, mereka tidak menasabkan kepada yang lain….Akan tetapi semua itu tidak ada yang lebih agung dan mulia, kecuali keimanan dan ketaqwaannya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Barangsiapa menempuhnya ia akan menjadi manusia paling mulia, yakni, bertaqwalah kepada Allah.”

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa surat Hujurat ayat 13 hanya menunjukkan bahwa Islam mengakui adanya pluralitas (keragaman) suku, bangsa, agama, dan lain-lain. Adanya keragaman suku, bangsa, bahasa, dan agama merupakan perkara alami. Hanya saja, Islam tidak pernah mengajarkan bahwa semua agama adalah sama-sama benarnya. Islam juga tidak pernah mengajarkan bahwa semua agama menyembah Tuhan yang sama, meskipun cara penyembahannya berbeda-beda. Bahkan, Islam menolak klaim kebenaran yang dikemukakan oleh penganut-penganut agama selain Islam, dan menyeru seluruh umat manusia untuk masuk ke dalam Islam, jika mereka ingin selamat dari siksa api neraka. Perhatikan ayat-ayat berikut ini;

لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلَا يُنَازِعُنَّكَ فِي الْأَمْرِ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ(٦٧)وَإِنْ جَادَلُوكَ فَقُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا تَعْمَلُونَ(٦٨)اللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ(٦٩)أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ(٧٠)وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَا لَيْسَ لَهُمْ بِهِ عِلْمٌ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ(٧١)

“Tiap umat mempunyai cara peribadatan sendiri, janganlah kiranya mereka membantahmu dalam hal ini. Ajaklah mereka ke jalan Rabbmu. Engkau berada di atas jalan yang benar.” Kalau mereka membantahmu juga, katakanlah, Allah tahu apa yang kalian kerjakan. Rabb akan memutuskan apa yang kami perselisihkan di hari akhir. Apa mereka tidak tahu bahwa Allah mengetahui apa yang ada di langit dan bumi. Semua itu ada di dalam pengetahuanNya , semua itu mudah bagi Allah. Mereka menyembah selain Allah tanpa keterangan yang diturunkan Allah, tanpa dasar ilmu. Mereka adalah orang-orang dzalim yang tidak mempunyai pembela.” (al-Hajj:67-71).

Ayat ini dengan tegas menyatakan, bahwa Islam mengakui adanya pluralitas (keragaman) agama. Hanya saja, Islam tidak pernah mengakui kebenaran (truth claim) agama-agama selain Islam. Tidak hanya itu saja, ayat ini juga menegaskan bahwa agama-agama selain Islam itu sesungguhnya menyembah kepada selain Allah swt. Lalu, bagaimana bisa dinyatakan, bahwa Islam mengakui ide pluralisme yang menyatakan bahwa semua agama adalah sama-sama benarnya, dan menyembah kepada Tuhan yang sama?

Di ayat yang lain, al-Quran juga menegaskan bahwa agama yang diridloi di sisi Allah swt hanyalah agama Islam.

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

“Sesungguhnya agama yang diridloi di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali Imron:19).

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imron:85).

Pada tempat yang lain, Allah swt menolak klaim kebenaran semua agama selain Islam, baik Yahudi dan Nashrani, Zoroaster, dan lain sebagainya. Al-Quran telah menyatakan masalah ini dengan sangat jelas.

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ

Dan diantara manusia ada yang mendewa-dewakan selain daripada Allah, dan mencintainya sebagaimana mencintai Rabb, lain dengan orang yang beriman, mereka lebih mencintai Allah. Kalau orang lalim itu tahu waktu melihat adzab Allah niscaya mereka sadar sesungguhnya semua kekuatan itu milik Allah, dan Allah amat pedih siksaNya.”(al-Baqarah:165).

وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ

Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putera Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dila`nati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?” (al-Taubah:30)

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (al-Taubah:31)

وَقَالَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى نَحْنُ أَبْنَاءُ اللَّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ قُلْ فَلِمَ يُعَذِّبُكُمْ بِذُنُوبِكُمْ بَلْ أَنْتُمْ بَشَرٌ مِمَّنْ خَلَقَ يَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: “Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya”. Katakanlah: “Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?” (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu).” (al-Maidah:18)

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ

“Sungguh telah kafir, mereka yang mengatakan, “Tuhan itu ialah Isa al-Masih putera Maryam.”(al-Maidah:72)

Ayat-ayat di atas –dan masih banyak ayat yang lain– menyatakan dengan sangat jelas (qath’iy), bahwa Islam telah menolak truth claim semua agama selain Islam. Islam juga menyatakan dengan tegas, bahwa konsepsi Ketuhanan Islam berbeda dengan agama selain Islam yang ada pada saat ini, alias tidak sama. Sedangkan agama Yahudi dan Nashraniy sebelum disimpangkan oleh penganutnya, dahulunya masih memiliki konsepsi ketuhanan yang sama dengan agama Islam, yakni tauhid. Hanya saja, karena keculasan para penganutnya, akhirnya dua agama menyimpang jauh dari konsepsi tauhid. Dari sini bisa dipahami, bahwa Islam tidak sama dengan agama yang lain yang ada pada saat ini, baik dari sisi cara penyembahan (bentuk empirik), maupun konsepsi ketuhanannya (aspek gnosis). Fakta nash telah menunjukkan kesimpulan ini dengan sangat jelas. Oleh karena itu, menyamakan Islam dengan agama selain Islam jelas-jelas keliru dan menyesatkan, bahkan terkesan dipaksakan.

Seandainya ide pluralisme agama ini memang diakui di dalam Islam, berarti, tidak ada satupun orang yang masuk ke neraka dan kekal di dalamnya. Padahal, al-Quran telah menjelaskan dengan sangat jelas, bahwa orang Yahudi, Nashrani, dan kaum Musyrik, tidak mungkin masuk ke surganya Allah, akan tetapi mereka kekal di dalam neraka. Perhatikan ayat berikut ini.

وَقَالُوا لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ كَانَ هُودًا أَوْ نَصَارَى تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

“Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: “Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani”. Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar”. (al-Baqarah:111)

Dari seluruh uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa surat al-Hujurat ayat 13 bukanlah pembenar bagi ide pluralisme agama. Ayat tersebut hanya berbicara pada konteks pluralitas suku, bangsa, dan agama, dan sama sekali tidak berbicara pada konteks gagasan pluralisme, seperti yang diklaim para pengusung ide pluralisme. Bahkan, nash-nash al-Quran jelas-jelas telah menyatakan pertentangan Islam dengan ide pluralisme.

Demikianlah, Islam sama sekali tidak mengakui kebenaran ide pluralisme, baik ide agama global maupun kesatuan transenden. Islam hanya mengakui adanya pluralitas agama dan keyakinan, serta mengakui adanya identitas agama-agama selain Islam. Islam tidak memaksa pemeluk agama lain untuk masuk Islam. Mereka dibiarkan memeluk keyakinan dan agama mereka. Hanya saja, pengakuan Islam terhadap pluralitas agama tidak boleh dipahami bahwa Islam juga mengakui kebenaran (truth claim) agama selain Islam.

Adapun untuk memecahkan masalah pluralitas agama dan keyakinan, Islam memiliki sikap dan pandangan yang jelas; yakni mengakui identitas agama-agama selain Islam, dan membiarkan pemeluknya tetap dalam agama dan keyakinannya. Islam tidak akan melenyapkan identitas agama-agama selain Islam, seperti gagasan kelompok pluralis pertama (global religion).

Akhirnya, pluralisme adalah paham sesat yang bertentangan ‘aqidah Islam. Siapapun yang mengakui kebenaran agama selain Islam, atau menyakini bahwa orang Yahudi dan Nashrani masuk ke surga, maka dia telah murtad dari Islam.

b. Islam Tidak Memaksa Manusia untuk Masuk ke Dalam Agama Islam

Ayat lain yang sering digunakan dalil untuk membenarkan ide pluralisme adalah ayat;

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

(al-Baqarah:256)

Surat al-Baqarah ayat 256 ini sering dieksploitasi untuk membenarkan ide pluralisme. Mereka menyatakan, Islam tidak memaksa pemeluk agama lain untuk masuk ke dalam Islam, bahkan mereka dibiarkan tetap dalam agama mereka. Ini menunjukkan, bahwa Islam mengakui kebenaran agama selain Islam (pluralisme), tidak hanya sekedar mengakui pluralitas (keragaman) agama.

Koreksi:

Sesungguhnya, ayat ini tidak bisa digunakan dalil untuk membenarkan ide pluralisme. Ayat ini hanya berbicara pada konteks “tidak ada pemaksaan bagi penganut agama lain untuk masuk Islam”. Sebab, telah tampak kebenaran Islam melalui hujjah dan dalil yang nyata. Oleh karena itu, Islam tidak akan memaksa penganut agama lain untuk masuk Islam. Ayat ini sama sekali tidak menunjukkan, bahwa Islam membenarkan keyakinan dan ajaran agama selain Islam. Bahkan, ayat ini telah menunjukkan dengan sangat jelas, bahwa kebenaran itu ada di dalam agama Islam, sedangkan agama yang lain jelas-jelas bathilnya. Hanya saja, kaum Muslim tidak diperbolehkan memaksa penganut agama lain untuk masuk ke dalam Islam.

Imam Qurthubiy di dalam Tafsir Qurthubiy menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan al-diin pada ayat di atas (al-Baqarah:256) adalah al-mu’taqid wa al-millah (keyakinan dan agama). Sedangkan kandungan isi ayat ini, seperti yang dituturkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir, adalah; sesungguhnya seorang Muslim tidak boleh memaksa orang kafir untuk masuk Islam. Sebab, kebenaran Islam telah terbukti berdasarkan hujjah yang terang dan gamblang; sehingga, tidak perlu lagi memaksa para penganut agama lain untuk masuk ke dalam Islam.

Ayat ini tidak berhubungan sama sekali dengan ide pluralisme yang diusung oleh kaum pluralis. Bahkan, ayat ini menyatakan dengan jelas, bahwa Islam adalah agama yang paling benar, sekaligus menolak truth claim agama-agama selain Islam. Tidak adanya pemaksaan atas penganut agama lain untuk masuk Islam hanya menunjukkan bahwa Islam mengakui identitas agama mereka. Akan tetapi, Islam tidak mengakui sama sekali truth claim agama mereka. Bahkan, kaum Muslim diperintahkan untuk mengajak orang-orang kafir masuk ke dalam agama Islam dengan hujjah dan hikmah.

لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلَا يُنَازِعُنَّكَ فِي الْأَمْرِ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ

Tiap umat mempunyai cara peribadatan sendiri, janganlah kiranya mereka membantahmu dalam hal ini. Ajaklah mereka ke jalan Rabbmu. Engkau berada di atas jalan yang benar.”

(al-Hajj:67)

c. Surat al-Maidah : 69 dan Surat al-Baqarah: 62

Dua ayat ini juga sering digunakan dalil oleh kaum pluralis untuk membenarkan paham pluralisme. Mereka menyatakan, bahwa dua ayat ini menyatakan dengan sangat jelas, bahwa Islam mengakui kebenaran agama-agama selain Islam, bahkan mereka juga memiliki kans yang sama untuk masuk ke dalam surganya Allah swt. Dua ayat tersebut adalah:

إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئُونَ وَالنَّصَارَى مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Sesungguhnya orang-orang Mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”(al-Maidah:69)

إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Sesungguhnya orang-orang mu’min, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (di antara mereka) yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (al-Baqarah:62).

Sesungguhnya, ayat ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan penganut agama lain yang ada pada saat ini. Sebab, topik yang diperbincangkan ayat tersebut adalah umat-umat terdahulu sebelum diutusnya Nabi Mohammad saw. Ayat ini menjelaskan kepada kita, bahwa umat-umat terdahulu, baik Yahudi, Nashrani, Shabi’un, yang taat kepada ajaran agamadan Rasulnya, maka mereka akan mendapatkan pahala di sisi Allah swt. Akan tetapi, ayat di atas tidak menunjukkan pengertian, bahwa Islam mengakui truth claim agama-agama lain yang ada pada saat ini, baik Yahudi, Nashrani, Zoroaster, dan sebagainya. Dua ayat di atas tidak menunjukkan pengertian, bahwa pemeluk agama lain yang ada pada saat ini juga memiliki kans yang sama untuk masuk ke dalam surganya Allah swt, seperti halnya pemeluk agama Islam. Sebab, nash-nash al-Quran dan Sunnah dengan jelas menyatakan, bahwa setelah diutusnya Mohammad saw, seluruh manusia diperintahkan untuk meninggalkan agama mereka. Bahkan, Islam telah menjelaskan kesesatan dan kekafiran semua agama yang ada pada saat ini; baik agama Yahudi, Nashrani, maupun agama kaum Musyrik (Budha, Hindu, Konghucu, dan lain-lain).

Untuk menafsirkan surat al-baqarah ayat 62, ada baiknya kita simak penuturan ahli tafsir berikut ini:

Menurut al-Sudiy, ayat ini (al-Baqarah: 62) turun berkenaan dengan shahabat-shahabatnya (pendeta-pendeta) Salman al-Farisi; tatkala ia menceritakan kepada Nabi saw kebaikan-kebaikan mereka. Salman ra bercerita kepada Nabi saw, “Mereka mengerjakan sholat, berpuasa, dan beriman kepada kenabian Anda, dan bersaksi bahwa Anda akan diutus oleh Allah swt sebagai seorang Nabi.” Tatkala Salman selesai memuji para shahabatnya, Nabi saw bersabda, “Ya Salman, mereka termasuk ke dalam penduduk neraka.” Selanjutnya, Allah swt menurunkan ayat ini. Lalu hal ini menjadi keimanan orang-orang Yahudi; yaitu, siapa saja yang berpegang teguh terhadap Taurat, serta perilaku Musa as hingga datangnya Isa as (maka ia selamat). Ketika Isa as telah diangkat menjadi Nabi, maka siapa saja yang tetap berpegang teguh kepada Taurat dan mengambil perilaku Musa as, namun tidak memeluk agama Isa as, dan tidak mau mengikuti Isa as, maka ia akan binasa. Demikian pula orang Nashraniy. Siapa saja yang berpegang teguh kepada Injil dan syariatnya Isa as hingga datangnya Mohammad saw, maka ia adalah orang Mukmin yang amal perbuatannya diterima oleh Allah swt. Namun, setelah Mohammad saw datang, siapa saja yang tidak mengikuti Nabi Mohammad saw, dan tetap beribadah seperti perilakunya Isa as dan Injil, maka ia akan mengalami kebinasaan.”

Imam Ibnu Katsir menyatakan, “Setelah ayat ini diturunkan, selanjutnya Allah swt menurunkan surat, “Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang yang merugi.”[Ali Imron:85]. Ibnu ‘Abbas menyatakan, “Ayat ini menjelaskan bahwa tidak ada satupun jalan (agama, kepercayaan, dll), ataupun perbuatan yang diterima di sisi Allah, kecuali jika jalan dan perbuatan itu berjalan sesuai dengan syari’atnya Mohammad saw. Adapun, umat terdahulu sebelum nabi Mohammad diutus, maka selama mereka mengikuti ajaran nabi-nabi pada zamanya dengan konsisten, maka mereka mendapatkan petunjuk dan memperoleh jalan keselamatan.” Inilah pengertian surat al-Baqarah:62; dan surat al-Maidah:59.

Dari uraian di atas jelaslah, dua ayat di atas ditujukan kepada umat-umat terdahulu sebelum diutusnya Nabi Mohammad saw. Topiknya sangat jelas, bahwa umat-umat terdahulu yang mengikuti agama nabinya dengan konsisten pada zaman itu; semisal umat Yahudi yang konsisten mengikuti kitab Taurat, menyakini dan menjalankan isinya, maka mereka akan mendapatkan pahala di sisi Allah swt. Adapun setelah Nabi Mohammad saw diutus di muka bumi ini, maka tidak ada satupun agama –selain Islam—yang mampu menyelamatkan pemeluknya dari kekafiran, kecuali jika mereka mau memeluk Islam. Ayat ini sama sekali tidak menunjukkan, bahwa ahlul kitab dan kaum musyrik –setelah diutusnya Mohammad saw—terkategori muslim, dan berhak memperoleh pahala dari Allah swt.

Selain itu, pemelintiran makna yang dilakukan oleh kelompok pluralis terhadap ayat-ayat itu [al-Baqarah:62 dan al-Maidah:69], tentu saja akan bertolak belakang dengan sabda Rasulullah saw. Rasulullah saw bersabda, “Demi Dzat yang jiwa Mohammad ada di tanganNya, tidaklah seseorang dari manusia yang mendengar aku, Yahudi, dan Nashrani, kemudian mati, sedangkan ia tidak beriman dengan apa yang diturunkan kepadaku, kecuali ia menjadi penghuni neraka.” [HR. Muslim dan Ahmad]

Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada nabi, di antara aku dan ia, yakni ‘Isa as, sesungguhnya ia adalah tamu. Bila kalian melihatnya, maka kalian akan mengenalnya sebagai seorang laki-laki yang mendatangi sekelompok kaum yang berwarna merah dan putih, seakan kepalanya turun hujan, bila ia tidak menurunkan hujan, maka akan basah, Dan ia akan memerangi manusia atas Islam, menghancurkan salib, membunuhi babi, mengambil jizyah, saat itu Allah menghancurkan seluruh agama kecuali Islam, sedangkan ‘Isa as menghancurkan Dajjal. Dan ia berada di muka bumi selama 40 tahun, kemudian wafat dan kaum muslimin mensholatkannya.” (HR. Abu Dawud)

Al-Quran sendiri telah memberikan predikat Ahli Kitab –Yahudi dan Nashrani—sebagai orang-orang musyrik. Allah swt berfirman: “Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (al-Taubah:31). Redaksi sebelumnya dinyatakan, bahwa orang-orang Yahudi berkata, “‘Uzair adalah putera Allah” dan orang Nashrani berkata,” Al Masih putera Tuhan”.

Ayat ini menjelaskan kepada kita, bahwa orang-orang Yahudi dan Nashrani terkategori kaum musyrik, bukan Muslim. Lantas, bagaimana bisa disimpulkan; kaum Yahudi dan Nashrani yang ada sekarang ini terkategori Muslim dan berhak mendapatkan pahala dari Allah swt, sementara itu mereka telah kafir dan musyrik? Bukankah Allah swt telah berfirman di dalam al-Quran:

“Oleh karena itu, siapa yang mempersekutukan Allah, maka ia tidak diperkenankan oleh Allah masuk surga, dan tempat kembalinya adalah neraka.”(al-Maidah:72).

“Sungguh telah kafir mereka yang mengatakan bahwa Tuhan itu ketiga dari yang ke tiga, padahal Tuhan itu hanya satu. Jika mereka belum berhenti berkata demikian, tentulah mereka yang kafir itu, akan mendapat siksa yang sangat pedih.” (al-Maidah:73)

Sesungguhnya agama yang diridloi di sisi Allah hanyalah Islam.”(Ali Imron:19)

“Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imron:85).

Dari seluruh uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa surat al-Baqarah ayat 62 dan surat al-Maidah ayat 59 sama sekali tidak berhubungan dengan paham pluralisme.

d. Ayat Tentang Kalimatun Sawa’

Para pengusung ide pluralisme juga menggunakan ayat-ayat al-Quran yang berbicara tentang kalimatun sawa’.

قُلْ يَاأَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

“Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (Ali Imron:64])

Para pengusung gagasan pluralisme mengatakan, bahwa agama Yahudi, Kristen, dan Islam merupakan agama langit yang memiliki prinsip-prinsip ketuhanan dan berasal dari Tuhan yang sama. Lebih jauh mereka juga menyatakan, bahwa umat Islam, Yahudi, dan Kristen berasal dari keturunan Ibrahim as; sehingga ketiga pemeluk agama besar itu memiliki akar kesejarahan dan nasab yang sama. Mereka pun menyimpulkan, bahwa tidak ada perbedaan antara Islam, Yahudi, dan Nashraniy dalam masalah ketuhanan. Semua menyembah kepada Allah, dan sama-sama berpegang kepada kalimat sawa’. Dengan kata lain, Islam pun pada dasarnya mengakui kebenaran konsep ketuhanan agama Yahudi dan Kristen sekarang ini. Akhirnya, agama Yahudi, Kristen, dan Islam adalah sama-sama benarnya dan sama-sama punya kans masuk ke surganya Allah swt. Sesungguhnya, penafsiran kaum pluralis tersebut, benar-benar telah menyimpang jauh dari makna sebenarnya.

Untuk mengetahui makna hakiki dari frase kalimat sawa’, kita dapat merujuk kepada ulama tafsir yang lebih kredibel dan netral dari kepentingan barat, diantaranya adalah Imam Ibnu Katsir.

Menurut Ibnu Katsir, frase “kalimat” di dalam surat Ali Imron ayat 64 tersebut dipakai untuk menyatakan kalimat sempurna yang dapat dipahami maknanya. Kalimat sempurna itu adalah “sawaa’ bainanaa wa bainakum” (yang sama, yang tidak ada perbedaan antara kami dengan kalian). Frase ini merupakan sifat yang menjelaskan kata “kalimat” yang memiliki makna dan pengertian tertentu. Adapun makna hakiki yang dituju oleh frase “kalimatun sawaa’ sawaa’ bainanaa wa bainakum” adalah kalimat tauhid, yaitu “allaa na’budu illaa Al-Allah” (hendaknya kita tidak menyembah selain Allah). Inilah makna sesungguhnya dari kalimat sawa’, yaitu kalimat Tauhid; yang menyatakan bahwa tidak ada sesembahan (ilah) yang berhak untuk disembah kecuali Allah swt; bukan patung, rahib, api, dan sebagainya. Kalimat ini (kalimat tauhid) adalah kalimat yang dibawa dan diajarkan oleh seluruh Rasul yang diutus oleh Allah swt, termasuk di dalamnya Musa as dan Isa as. Allah swt berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”.” (al-Nahl:36)

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (al-Anbiyaa’:25)

Dari sini dapat disimpulkan, bahwa surat Ali Imron ayat 64 di atas sama sekali tidak menyerukan kesatuan agama, atau pembenaran Islam atas truth claim agama-agama selain Islam. Sebaliknya, ayat tersebut justru berisikan ajakan kepada ahlul kitab (baik Yahudi dan Nashraniy) untuk kembali mentauhidkan Allah swt, sebagaimana yang telah diajarkan pertama kali oleh Musa as dan Isa as. Sebab, kaum Yahudi dan Nashrani telah menyimpang jauh dari konsepsi Tauhid. Mereka telah menjadikan ahbar (pendeta-pendeta) dan ruhban (rahib-rahib) sebagai sesembahan selain Allah swt. Hal ini telah dijelaskan di dalam al-Quran dengan sangat jelas. Allah swt berfirman:

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (al-Taubah:31)

Walaupun ayat ini tidak menyatakan, bahwa ahbar itu ditujukan khusus untuk kaum Yahudi, dan ruhban untuk kaum Nashrani, akan tetapi konsensus pengguna bahasa Arab telah memahami, bahwa dua kata tersebut khusus untuk orang Yahudi dan Nashrani.

Dari sinilah bisa dipahami, bahwa ayat ini merupakan seruan kepada orang Yahudi dan Nashrani agar mereka kembali ke jalan Tauhid, setelah mereka menyimpang jauh dari jalan tersebut (tauhid); yaitu ketika orang Yahudi mengatakan bahwa Uzair itu anak Allah, dan tatkala orang Nashrani mengatakan bahwa Isa as adalah putera Tuhan. Surat Ali Imron di atas tidak lain tidak bukan adalah ajakan agar orang Yahudi dan Nashraniy meninggalkan kemusyrikannya dan kembali menyembah kepada Allah swt semata, dan mengikuti ajaran Mohammad saw.

Demikianlah, ayat ini sama sekali tidak berbicara pada konteks kesatuan dan kesamaan agama seperti yang dinyatakan oleh kaum pluralis. Ayat ini sama sekali juga tidak menunjukkan, bahwa Islam mengakui gagasan pluralisme yang dijajakan di negeri kaum Muslim. Sebaliknya, ayat ini merupakan ajakan dan seruan kepada ahlul kitab agar mereka kembali kepada jalan yang lurus, yakni agama Tauhid seperti yang telah diajarkan oleh Musa dan Isa as. WaLlâh a’lam bi al-shawâb (Syamsuddin Ramadhan - Lajnah Tsaqafiyyah HTI).

»»  read more

Selasa, 04 Agustus 2009

Wahai Umat Islam, Pahamilah Sesatnya Ahmadiyah & BUBARKANLAH... !

Gerakan ahmadiyah didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad di India. Mirza lahir 15 februari 1835 M. Dan meninggal 26 Mei 1906 M di India.

ahmadiyah masuk di Indonesia tahun 1935, kini sudah mempunyai 200 cabang, terutama Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Palembang, Bengkulu, Bali, NTB dan lain-lain.


Pusatnya sekarang di Parung Bogor Jawa Barat, mempunyai gedung yang mewah, perumahan para pimpinan/pegawai di atas tanah seluas 15 ha. Terletak dipinggir jalan raya Jakarta Bogor lewat Parung.

Aliran sesat ahmadiyah sudah banyak dilarang secara lokal/daerah, tetapi belum secara nasional. LPPI dan Majelis Ulama Indonesia serta organisasi-organisasi Islam tingkat pusat telah mengirim surat kepada pemerintah RI, Kejaksaan Agung RI tapi belum berhasil dan masih memerlukan perjuangan yang lebih intensif lagi.


ahmadiyah Indonesia mempunyai dana yang cukup besar untuk membiayai kegiatan mereka. Untuk menggaji pegawainya saja sekitar Rp. 60.000.000 (enam puluh juta rupiah)/bulan.

ahmadiyah setiap bulannya membagikan brosur darsus (edaran khusus) kepada masyarakat, organisasi-organisasi Islam, dan tempat-tempat yang mereka anggap sebagai sasaran propaganda. Juga membagikan buku-buku yang berisi ajaran-ajaran ahmadiyah secara gratis kepada masyarakat.


Mereka telah mempunyai internet untuk menyebarkan propaganda di pusatnya di Parung, di Tasikmalaya, dan Garut Jawa Barat. Setiap ceramah yang diberikan khalifah mereka di London disiarkan langsung oleh internet mereka di tiga tempat tersebut dan langsung diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.


Pokok-pokok ajaran ahmadiyah


1. Mirza Ghulam Ahmad mengaku dirinya Nabi dan Rasul utusan Tuhan. Dia mengaku dirinya menerima wahyu yang turunnya di India, kemudian Wahyu-wahyu itu dikumpulkan seluruhnya, sehingga merupakan sebuah kitab suci dan mereka beri nama Tadzkirah. Tadzkirah itu lebih besar dari pada kitab suci Al-Qur’an.

2. Mereka meyakini bahwa kitab suci Tadzkirah sama sucinya dengan dengan kitab suci Al-Qur’an karena sama-sam wahyu dari Tuhan.

3. Wahyu tetap turun sampai hari kiamat begitu juga Nabi dan Rasul tetap diutus sampai hari kiamat.

4. Mereka mempunyai tempat suci tersendiri yaitu Qadian dan Rabwah.

5. Mereka mempunyai surga sendiri yang letaknya di Qadian dan Rabwah dan sertifikat kavling surga tersebut dijual kepada jamaahnya dengan harga yang sangat mahal.

6. Wanita ahmadiyah haram nikah dengan laki-laki yang bukn ahmadiyah, tetapi lelaki ahmadiyah boleh nikah dengan perempuan yang bukan ahmadiyah.

7. Tidak boleh bermakmum dengan (dibelakang) imam yang bukan ahmadiyah.

8. ahmadiyah mempunyai bulan dan tahun sendiri yaitu nama bulan :


Ø Suluh

Ø Tabligh

Ø Aman

Ø Syahadah

Ø Hijrah

Ø Ikhsan

Ø Wafa

Ø Zuhur

Ø Tabuk

Ø Ikha

Ø Nubuwah

Ø Fatah

Sedang nama tahun mereka adalah Hijri Syamsyi (disingkat HS)


Kasus Memilukan Ummat Islam; ahmadiyah Sesat Menyesatkan Malah Disambut

Peristiwa sangat memilukan Ummat Islam telah terjadi dinegeri ini, juni-juli 2000 M. ahmadiyah yang difatwakan oleh MUI sebagai aliran sesat dan menyesatkan, dan dinyatakan oleh Rabithah Alam Islami (Liga Dunia Islam) di Makkah sebagai aliran kafir diluar Islam, justru di Indonesia disambut dengan upacara penting oleh Dawam Rahardjo tokoh ICMI (ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia), Amien Rais (ketua MPR/Majelis Permusyawaratan Rakyat), dan Presiden Gus Dur (Abdurrahman Wahid). Pers pun berubah menjadi corong aliran sesat menyesatkan itu. Hingga harian Republika yang sahamnya dari umat Islam pun justru seakan mempelopori menyebarkan kesesatan iu bahkan, ketika dilabrak agar tidak menjadi corong dan penyebar kesesatan pun, ternyata hanya disikapi dengan memuat sekolom kecil berita yang menunjukkan sesatnya ahmadiyah. Demikian pula majalah Panji Masyarakat yang dulunya di tokohi Buya Hamka pun kini berbalik memihak pada pemberitaan yang menyambut baik kehadiran imam aliran sesat dan penerus Nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad, dengan menyediakan halaman-halamannya untuk memberitakan. Sementara itu sama sekali tidak menaruh perhatian, kecuali sedikit sekali, terhadap berita yang menyuarakan kebenaran, yakni menunjukkan bahwa Ahmadiyah itu sesat dan menyesatkan.


Upaya LPPI dan Dewan Dakwah Melawan ahmadiyah

Musibah semacam itu menjadi keprihatinan bagi Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) dan Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI). Sekjen DDII, H. Husein Umar menugaskan H Wahid Alwi, sedang ketua LPPI M.Amien Djamaluddin menugaskan Umar Abduh, Hartono Ahmad Jaiz, Jajat Sudrajat, dan Farid Ahmad Okbah untuk menyatakan kepada pers dalam konferensi dikantor DDII Jakarta, selasa 4 juli 2000, bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat lagi menyesatkan. Nabinya palsu, kitab sucinya bernama Tadzkirah adalah memalsukan dan membajak AL-Qur’an, dan tempat hajinya pun bukan di Mekkah, sedang sang Nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad pun tidak pernah berhaji ke Mekkah. Bahkan dalam kita suci ahmadiyah yakni Tadzkirah itu ada wahyu-wahyu suruhan kepada Mirza untuk melamar gadis, ternyata ditolak, lalu turun wahyu lagi bahwa beberapa bulan lagi suami dan orang tuanya yang laki-laki akan meninggal, maka jandanya nanti akan jadi isteri Mirza Ghulam Ahmad. Tetapi itu semua tidak terjadi, walau wahyunya tetap di ajarkan sampai Nabi palsunya itu sendiri dicabut nyawanya oleh Malaikat Maut.


Konferensi pers yang dihadiri wartawan dari 3 stasiun televisi swasta di Indonesia dan 15 wartawan dari media cetak itu menghadirkan pula mantan Da’i ahmadiyah , Ahmad Hariadi, yang pernah menantang bermuhabalah (doa saling melaknat atas yang berdusta) dengan khalifah ahmadiyah Thahir Ahmad dan sampai melabraknya ke London. Kehadiran Ahmad Hariadi ke konferensi pers itu guna menjelaskan betapa sesatnya aliran Ahmadiyah itu.


Dalam konferensi pers itu LPPI membagikan hasil-hasil penelitian tentang sesatnya aliran Ahmadiyah. Kesesatan ahmadiyah itu telah dibukukan dengan judul ahmadiyah dan Pembajakan Al-Qur’an. Di samping itu LPPI membagikan selebaran berisi intisari kesesatan ahmadiyah, dan siaran pers tentang protes keras atas kehadiran khalifah ahmadiyah Thahir Ahmad serta adanya tokoh-tokoh Islam Indonesia yang menerimanya.


Masa Pemerintahan Gus Dur Masa Berkembangnya Aliran-aliran sesat

Aliran yang jelas-jelas sesat menyesatkan itu ternyata di masa pemerintahan Gus Dur tahun 2000 justru bisa menghadirkan dedengkotnya ke Indonesia, yaitu apa yang mereka sebut khlifah ke-4 atau imam bernama Thahir Ahmad dari London, juni 2000 M. Bahkan penerus Nabi palsu itu diantar oleh dawam Rahardjo (orang Muhammadiyah) untuk Sowan/datang ke Amien Rais ketua MPR, bekas ketua Muhammadiyah, dan Gus Dur Presiden RI, bekas ketua umum NU (Nahdlatul Ulama).

Tidak hanya itu, Dawam juga menyelenggarakan acara yang disebut dialog pakar Islam, kamis 29 Mei 2000 di hotel Regent Jl. Rasuna Said Kuningan Jakarta, dengan menghadirkan Tahir Ahmad sang penerus Nabi Palsu. Acara di hotel mewah dan di hadiri para da’i ahmadiyah itu diselenggarakan Dawam selaku ketua IFIS (International Forum on Islamic Studies) atas biaya ahmadiyah, menurut pelacakan media dakwah kepada pihak ahmadiyah. Orang-orang yang didaftar sebagai pembicara selain Dawam Rahardjo sendiri adalah Amien Rais (ketua MPR RI), Tahir Ahmad (penerus nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad), Bahtiar Effendi (dosen IAIN Jakarta), Moeslim Abdurrahman (sosok yang termasuk “pembaharu”/ sekuler model Nurcholish Madjid), Nurcholish Madjid (tokoh sekulerisasi dengan dalih desakralisasi), MM. Billah, Azyumardi Azra (rektor IAIN Jakarta), dan Masdar F. Mas’udi (tokoh NU-Nahdlatul ulama yang menyuarakan agar syari’at berhaji terutama di Arafah jangan hanya pada bulan Dzul Hijjah, tapi di bulan Syawal dan Dzul Qa’dah pula, agar tidak berdesakan).

Sikap Dawam Rahardjo – yang menjadi shahibul hajat kehadiran penerus nabi palsu Tahir Ahmad – dikemukakan oleh Ahmad Hariadi kepada pihak LPPI. Ungkap Hariadi : Dawam Rahardjo dengan sikap ketusnya mematikan handphone (telepon genggam)nya ketika Ahmad Hariadi menanyakan tentang berkas-berkas surat yang dikirimnya lewat sekretaris Dawam, setelah Ahmad Hariadi menjelaskan bahwa surat-surat itu adalah mubahalah (doa laknat) antara Ahmad Hariadi dengan penerus nabi palsu, Tahir Ahmad. Handphone Dawam Rahardjo tetap dimatikan setelah itu, sampai beberapa kalidikontak tetap tidak bisa, keluh Ahmad Hariadi yang tampak kesal menghadapi Dawam Rahardjo seorang pendamping utama kehadiran penerus nabi palsu itu. Akhirnya Ahmad Hariadi datang ketempat kaum sesat menyesatkan itu di Parung Bogor Jawa Barat, dan ternyata disana kemudian “ditangkap” dan bahkan setelah itu diantar keluar untuk pulang. Sedang polisi ketua keamanan yang bertugas mengamankan Ahmad Hariadi dalam lokasi itu, justru kemudian dituduh oleh orang-orang ahmadiyah sebagai orangnya Ahmad Hariadi, ungkap Ahmad Hariadi mengisahkan.


Yang menjadi keprihatinan DDII dan LPPI, dihadirkannya penerus nabi palsu ke Indonesia dan bahkan disambut oleh Dawam Rahardjo, Amien Rais dan Gus Dur itu akan mengakibatkan kaburnya pandangan umat Islam, di anggapnya ahmadiyah ajarannya benar. Padahal sudah jelas sesat menyesatkan, dan bahkan sudah ada contoh nyata dalam sejarah Islam bahwa nabi palsu itu diserbu habis-habisan oleh khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq dengan mengerahkan tentara sangat banyak. Sedang panglima yang dikirim pun Khalid bin Walid sang pedang Allah, setelah panglima Usamah ternyata kewalahan menghadapi sang nabi palsu Musailamah al-Kadzab dan isterinya, sajah setelah tentara Islam pimpinan Khalid bin Walid ini menyerbu Musailamah al-Kadzab di Yamamah, maka sang nabi palsu Musailamah terbunuh bersama 10.000 orang murtad. Hingga sejarawan Ath-Thabari menyebutkan bahwa belum pernah ada perang sedahsyat itu.


Lha sekarang kok orang-orang yang mengaku pimpinan Islam malah menyambut kehadiran nabi palsu. Maka DDII dan LPPI sangat prihatin, dan mengadakan konferensi pers untuk menjelaskan kesesatan-kesesatan ahmadiyah bikinan nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad, dan sekaligus mengemukakan keprihatinan atas kejadian yang berlangsung itu.


Ringkasan Kesesatan ahmadiyah


Dari hasil penelitian LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) ditemukan butir-butir kesesatan dan penyimpangan ahmadiyah ditinjau dari ajaran Islam yang sebenarnya. Butir-butir kesesatan dan penyimpangan itu bisa diringkas sebagai berikut:


1. ahmadiyah Qadian berkeyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad dari India itu adalah nabi dan rasul. Siapa saja yang tidak mempercayainya adalah kafir dan murtad.

2. ahmadiyah Qadian mempunyai kitab suci sendiri yaitu kitab suci Tadzkirah.

3. Kitab suci Tadzkirah adalah kumpulan “wahyu” yang diturunkan “Tuhan” kepada “nabi Mirza Ghulam Ahmad” yang kesuciannya sama dengan kitab suci Al-Qur’an dan kitab-kitab suci yang lain seperti: Taurat, Injil, dan Zabur, karena sama-sama wahyu dari Tuhan.

4. Orang ahmadiyah mempunyai tempat suci sendiri untuk melakukan ibadah haji yaitu Habwah dan Qadian di India. Mereka mengatakan, “alangkah celakanya orang yang telah melarang dirinya bersenang-senang dalam haji akbar ke Qadian. Haji ke Mekkah tanpa ke Qadian adalah haji yang kering lagi kasar”. Dan selama hidupnya “nabi” Mirza Ghulam Ahmad tidak pernah pergi haji ke Mekkah.

5. Orang-orang ahmadiyah mempunyai perhitungan tangal,bulan, tahun sendiri. Nama-nama bulan ahmadiyah adalah : Suluh, Tabligh, Aman, Syahadah, Hijrah, Ikhsan, Wafa, Zuhur, Tabuk, Ikha, Nubuwah Fatah. Sedang tahunnya adalah Hijri Syamsyi yang biasa mereka singkat dengan HS. Dan tahun ahmadiyah saat penelitian ini dibuat 1994M/1414H adalah tahun 1373 HS. Kewajiban menggunakan tanggal, bulan, tahun ahmadiyah tersendiri tersebut di atas adalah perintah khalifah ahmadiyah yang kedua yaitu: Basyiruddin Mahmud Ahmad.

6. berdasarkan firman Tuhan yang diterima oleh “nabi” dan “rasul” ahmadiyah yang terdapat dalam kitab suci tadzkirah yang berbunyi, artinya. “dialah Tuhan yang mengutus rasulnya”Mirza Ghulam Ahmad” dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar dia memenangkan atas segala agama-agama semuanya. (kitab suci tadzkirah hlm. 621).

Menunjukkan bahwa ahmadiyah bukan suatu aliran dalam Islam, tetapi merupakan suatu agama yang harus dimenangkan terhadap semua agama-agama lainnya termasuk Islam.

7. secara ringkas, ahmadiyah mempunyai nabi dan rasul sendiri, kitab suci sendiri, tanggal, bulan dan tahun sendiri, tempat untuk haji sendiri serta khalifah sendiri yang sekarang khalifah ke-4 yang bermarkas di London Inggris bernama Thahir Ahmad. Semua anggota ahmadiyah diseluruh dunia wajib tunduk dan taat tanpa reserve kepada perintah dia. Orang diluar ahmadiyah adalah kafir, sedang wanita ahmadiyah haram dikawini laki-laki di luar ahmadiyah. Orang yang tidak mau menerima ahmadiyah tentu mengalami kehancuran.

8. berdasarkan ayat-ayat kitab suci ahmadiyah tadzkirah. Bahwa tugas dan fungsi Nabi Muhammad Shalallahu alaihi a Sallam sebagai Nabi dan Rasul yang telah dijelaskan oleh Kitab Suci Umat Islam Al-Qur’an, dibatalkan dan diganti oleh “nabi” orang ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad.


Untuk lebih jelasnya mari kita perhatikan bunyi kitab suci ahmadiyah tadzkirah yang dikutip dibawah ini:


8.1. Firman “Tuhan” dalam kitab suci tadzkirah:

Artinya, “sesungguhnya kami telah menurunkan kitab suci tadzkirah ini dekat dengan Qadian India. Dan dengan kebenaran kami menurunkannya dan dengan kebenaran dia turun”. (kitab suci tadzkirah hlm.637).

8.2. Firman “Tuhan” dalam kitab suci tadzkirah:

Artinya, “Katakanlah, - Wahai Mirza Ghulam Ahmad – “jika kamu benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku”. (kitab suci tadzkirah hlm. 630).

8.3. Firman “Tuhan” dalam kitab suci tadzkirah:

Artinya, “dan kami tidak mengutus engkau – wahai Mirza Ghulam Ahmad – kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam” . (kitab suci tadzkirah hlm. 634).

8.4. Firman “Tuhan” dalam kitab suci tadzkirah:

Artinya, “katakan – wahai Mirza Ghulam Ahmad” – Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, hanya diberi wahyu kepada-ku”. (kitab suci tadzkirah hlm.633).

8.5. Firman “Tuhan” dalam kitab suci tadzkirah:

Artinya, “ Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu – wahai Mirza Ghulam Ahmad _ kebaikan yang banyak”. ( kitab suci tadzkirah hlm 652).

8.6. Firman “Tuhan” dalam kitab suci tadzkirah:

Artinya, Sesungguhnya kami telah menjadikan engkau – wahai Mirza Ghulam ahmad – imam bagi seluruh manusia”. (kitab suci tadzkirah hlm. 630).

8.7. Firman “Tuhan” dalam kitab suci tadzkirah:

Artinya, “Oh pemimpin sempurna, engkau – wahai Mirza Ghulam Ahmad – seorang dari rasul-rasul, yang menempuh jalan betul, diutus oleh yang Maha Kuasa, yang Rahim.”

8.8. Dan masih banyak lagi ayat-ayat kitab suci Al-Qur’an yang dibajaknya ayat-ayat kitab suci ahmadiyah tadzkirah yang dikutip diatas, adalah penodaan dan bajakan-bajakan dari kitab suci umat Islam, Al-Qur’an. Sedang MIrza Ghulam Ahmad mengaku pada umatnya (orang-orang ahmadiyah), bahwa ayat-ayat tersebut adalah wahyu yang dia terima dari “Tuhannya” di India.


Dasar Hukum untuk Pelarangan ahmadiyah di Indonesia


1) Undang-undang No.5 tahun 1969 tentang pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama menyebutkan;


1. Pasal 1 : setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama yang di anut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu: penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.

2. Pasal 4 : pada kitab undang-undang hukum pidana diadakan pasal baru yang berbunyi sbb : PASAL 56 a; dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan : a. yang pokoknya bersifat permusuhan. Penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama di Indonesia. (hlm.87-88)

3. Majelis Ulama Indonesia telah memberika fatwa bahwa ajaran ahmadiyah Qadian sesat menyesatkan dan berada diluar Islam.

4. Surat Edaran Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/BA.01/3099/84 tanggal 20 September 1984, a.l. :


2) Pengkajian terhadap aliran ahmadiyah menghasilkan bahwa ahmadiyah Qadian dianggap menyimpang dari Islam karena mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, sehingga mereka percaya bahwa Nabi Muhammad bukan nabi terakhir.

3) Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas kiranya perlu dijaga agar kegiatan jemaat ahmadiyah Indonesia (ahmadiyah Qadian) tidak menyebarluaskan pahamnya di luar pemeluknya agar tidak menimbulkan keresahan masyarakat beragama dan mengganggu kerukunan hidup beragama.


Sikap Negara-Negara Islam dan Organisasi Islam Internasional terhadap ahmadiyah


1. Malaysia telah melarang ajaran ahmadiyah di seluruh Malaysia sejak tanggal 18 Juni 1975.

2. Brunei Darussalam juga telah melarang ajaran ahmadiyah di seluruh Negara Brunei Darussalam.

3. Pemerintah Kerajaan Arab Saudi telah mengeluarkan keputusan bahwa ahmadiyah adalah kafir dan tidak boleh pergi haji ke Mekkah.

4. Pemerintah Pakistan telah mengeluarkan keputusan bahwa ahmadiyah golongan minoritas non muslim.

5. Rabithah ‘Alam Islamy yang berkedudukan di Mekkah telah mengeluarkan fatwa bahwa ahmadiyah adalah kafir dan keluar dari Islam.


Dilindungi Sebuah Organisasi?

Dalam penelitian ditemukan bukti bahwa ada sebuah organisasi yang memang mengakui pihaknya melindungi ahmadiyah. Apakah itu termasuk dosa-sosa yang kini ditiru dan diteruskan oleh sebagian tokoh organisasi itu atau tidak, belum ada penjelasan resmi. Kami kutip satu bagian pernyataan resmi dari mereka:


“ahmadiyah yang dilindungi Muhammadiyah semenjak datangnya ke Yogyakarta sebagaimana yang sudah kami jelaskan dlam pemandangan yang dahulu, akhirnya “bak tanaman memakan pagar”’ tidak menambah baik dan majunya Muhammadiyah akan tetapi malah sebaliknya. Memang maksud dan tujuannya berbeda dengan Muhammadiyah. Kini sudah berpisah jauh-jauh, sehingga Muhammadiyah bertambah teguh tidak bercampur lagi.”


Demikian hasil penelitian LPPI, disamping buku khusus tentang sesatnya ahmadiyah yang diterbitkan lembaga ini, April 2000 M, berjudul ahmadiyah dan pembajakan AL-Qur’an, setebal 236 halaman. Kalau aliran sesat dan menyesatkan ini dibiarkan, maka akan masuk dan minta jatah ke MUI, ke RI, ke lembaga-lembaga lainnya, dan minta diresmikan pula aneka sarananya, termasuk penyelenggaraan haji bukan ke Mekkah, Na’udzubillahi min dzaliq.


Wahai Ikhwaanii wa Akhwaatii rahiimakumullah...

Apakah kesesatan dan penyesatan seperti yang dilakukan oleh Ahmadiyah dan atau kesesatan dan penyesatan yang semakin mengganas dari pihak JIL harus di biarkan begitu saja!? Demi Allah... Sesungguhnya mereka itulah MUSUH yang menantang dan berada di depan mata kita saat ini

Semoga tulisan yang dirangkum dari berbagai sumber ini dapat membuka mata kita sekalian sekalian. Selanjutnya marilah kita bersatu, berbuat, serta bertindak sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah swt dalam membela agama-Nya.

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
"Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS.Muhammad {47}: 7)



Barakallah fiikum,
Wassalamu'alaikum wr.wb.
Muhammad Dive.
»»  read more

Followers