Para pengemban dakwah adakalanya berada di Dârul Kufr (Negara Kufur) dan berupaya untuk mewujudkan taghyir (perubahan mendasar), guna merubah Dârul Kufr tersebut menjadi Dârul Islam (Daulah Islamiyah). Seperti kondisi saat ini, yaitu di akhir kuartal pertama abad ke 15 H, di mana Daulah Islamiyah telah dihancurkan sejak 80 tahun yang lalu. Sejak saat itu, yang menerapkan aturan di muka bumi adalah para penguasa yang jahat, sehingga Islam lenyap dari kehidupan kaum Muslim.
Pengemban dakwah adakalanya berada di Dârul Islam (Daulah Islamiyah). Mereka aktif melaksanakan muhasabah (melakukan kritik dan koreksi) dan amar makruf nahyi munkar. Kondisi yang menjadi objek bahasan saat ini adalah kondisi pertama, yaitu ketika pengemban dakwah berada di negara kufur. Karena pada saat ini kaum Muslim umumnya dan pengemban dakwah khususnya tengah hidup di negara kufur. Para pengemban dakwah yang akan melakukan perubahan secara mendasar saat ini, kondisinya serupa dengan kondisi kaum Muslim yang ada diMakkah. Bahkan lebih dari itu, kaum Muslim saat ini juga harus terikat dengan hukum-hukum yang telah diturunkan setelah hijrah. Hanya saja, pembahasan pada bab ini akan kami batasi pada apaapa yang terjadi sebelum hijrah, karena ada kesamaan antara dua kondisi tersebut. Kaum Kafir di Makkah telah memaksa kaum Muslim agar mengingkari ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw. dan keluar dari Islam menuju kekufuran. Mereka pun menuntut agar kaum Muslim saat itu meninggalkan aktivitas mengemban dakwah Islam, dan supaya mereka tidak menampakkan ibadahnya di hadapan orang banyak. Tuntutan semacam ini dilakukan pula oleh para penguasa dzalim saat ini. Bahkan lebih dari itu, para penguasa tersebut juga meminta para pengemban dakwah untuk bekerjasama dengan mereka, apakah menjadi intel (mata-mata) atau menjadi agen pemikiran (âmilan fikriyan) yang mempropagandakan berbagai pemikiran untuk melayani kepentingan penguasa bodoh. Keberadaan penguasa semacam ini dan dominasi kaum Kafir telah berlangsung cukup lama di negeri-negeri kaum Muslim. Akibatnya, lahirlah “pasukan” matamata dan antek-antek di bidang pemikiran, serta para mufti —yang siap berfatwa— sesuai dengan permintaan. Saya tidak tahu, apakah tuntutan busuk seperti ini dahulu pernah digunakan oleh kaum Quraisy —atau tidak? Untuk merealisasikan tuntutan-tuntutan tersebut, kaum kafir Makkah memang telah menggunakan berbagai taktik (uslûb), seperti pembunuhan, penyiksaan, penindasan, penahanan, mengikat, menghalang-halangi hijrah, mengambil harta, mengolok-olok, perang ekonomi, pemboikotan, dan membuat stigma negatif dengan mepropagandakan tuduhan-tuduhan dusta. Para penguasa dzalim (saat ini) juga telah menggunakan taktik seperti itu, bahkan lebih dari itu. Mereka menggunakan berbagai bentuk siksaan, mereka menggunakan penemuan baru, seperti menggunakan sengatan listrik. Padahal seharusnya alat itu digunakan dalam revolusi industri. Sementara Rasulullah saw. dan para sahabat mempunyaisikap yang wajib diteladani dan diikuti seperti apa adanya. Penjelasan umum ini membutuhkan rincian, baik tentang tuntutan, uslûb maupun sikap yang harus diambil ketika menghadapinya. Beberapa uslûb yang pernah digunakan oleh kafir Makkah adalah:
Penyiksaan (Pemukulan)
Al-Hâkim dalam al-Mustadrak telah mengeluarkan sebuah hadits, ia berkata, “Hadits ini shahih isnadnya memenuhi syarat Muslim, dan Imam Muslim pun menyetujui hadits ini dalam al- Talkhîsh.” Dari Anas ra., ia berkata:
Kafir Quraisy telah memukuli Rasullullah saw. hingga beliau pingsan. Kemudian Abû Bakar ra. berdiri dan berteriak, “Binasa kalian!, Apakah kalian akan membunuh orang yang mengatakan, ‘Tuhanku adalah Allah?’” Mereka berkata, “Siapa orang ini?.” Mereka berkata lagi, “Orang ini adalah anak Abi Kuhafah yang gila.”
Muslim telah mengeluarkan dari Abû Dzar tentang kisah keislamannya, ia berkata:
Aku telah tiba di Makkah. Aku melihat seorang lelaki yang paling lemah di antara mereka. Aku bertanya, “Mana yang kalian sebut dengan nama ash-Shabi’?”. Dia pun memberi isyarat padaku, seraya berkata: ash-Shabi’7. Maka, penduduk lembah itupun mengarah kepadaku —dengan belepotan lumpur kering dan (membawa) tulang— hingga akupun terpelanting jatuh (tak sadarkan diri). Abu Dzar berkata, “Ketia aku bangkit sungguh aku layaknya berhala yang berlumuran darah.”
Mengikat
Al-Bukhâri meriwayatkan dari Sa'id bin Zaid bin Amr bin Nufail dari Masjid Kufah, ia berkata:
Demi Allah, aku melihat diriku sendiri, ketika Umar telah mengikatku karena keislamanku, sebelum dia masuk Islam. Andai saja gunung Uhud hilang dari tempatnya, disebabkan oleh apa yang kalian lakukan terhadap ‘Utsmân, pasti dia pun akan tetap konsisten seperti itu. Dalam riwayat al-Hâkim dikatakan, “Ia mengikatku dan ibuku.” Ia berkata, “Hadits ini shahih memenuhi syarat Muslim.”
Tekanan dari Ibu
Ibnu Hibban meriwayatkan dalam kitab Shahih-nya dari Mus’ab bin Sa’ad dari bapaknya, berkata, “…. Berkata Ummu Sa’ad, “Bukankah Allah telah memerintahkanmu untuk berbuat
baik kepada orang tua? Demi Allah, aku tidak akan makan dan tidak akan minum hingga aku mati atau engkau kufur (dari agama Muhammad).” Sa'ad berkata, “Jika mereka hendak memberi makan kepadanya, maka mereka membuka mulutnya dengan paksa.” Kemudian turunlah ayat:
Dan Aku telah memerintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuannya (TQS. al-Ankabut [29]: 8)Dijemur di Bawah Terik Matahari
Dari Abdullah, ia berkata, “Sesunguhnya yang pertama kali menampakkan keislamannya ada tujuh orang, yaitu Rasulullah saw., maka Allah meberikan perlindungan kepada beliau dengan pamannya, Abû Thalib. Kemudian Abû Bakar, maka Allah melindunginya dengan kaumnya. Sedangkan yang lainnya, mereka disiksa oleh kaum Musyrik. Mereka dipaksa memakai baju besi, kemudian dijemur di bawah terik matahari. Maka tidak ada seorang pun kecuali melakukan apa yang diinginkan oleh kafir Quraisy, kecuali Bilal. Karena ia telah mampu menundukkan perasaannya karena Allah semata. Hingga ia menganggap sepele terhadap kaumnya. Akibatnya mereka semakin marah dan menyuruh anakanak untuk mengarak Bilal di lembah-lembah Makkah. Ketika itu Bilal mengatakan, ‘Ahad-Ahad.’” (HR. al-Hâkim dalam al- Mustadrak. Ia berkata, “Hadits ini shahih isnadnya, meski
tidak dikeluarkan oleh al-Bukhâri Muslim.” Dalam at- Tarikh, adz-Dzahabi menyetujuinya)Juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya. Ia menyebutkan ketujuh orang tersebut. Ia berkata, “Tidak seorang pun kecuali menuruti keinginan kafir Quraisy”, Maksudnya berjanji kepada mereka, tapi dalam riwayat ini terdapat tashhif. Asalnya “wa atâhum” yakni “thawa’ahum” artinya ia mengikuti keinginan kafir Quraisy, bukan berjanji, karena mereka tidak akan ridha dengan sekadar janji.
Comments :
0 komentar to “KONSISTEN DALAM KEBENARAN (1)”
Posting Komentar
KIrimkan Komentar anda tentang Artikel Ini