Rabu, 26 Agustus 2009

Trik Propaganda Barat

Propaganda adalah sebuah istilah berupa kegiatan untuk memperkenalkan suatu ide kepada khalayak dengan tujuan agar ide itu dapat difahami, diikuti dan boleh jadi menjadi gaya hidup. Dalam kehidupan sehari-hari, kita menjadi obyek propaganda dari media cetak dan elektronik, berupa tulisan, penyampaian verbal (orasi), maupun sajian via tayangan elektronik (video).

Dalam tulisan singkat ini, propaganda yang dimaksud adalah usaha Barat untuk menyebarkan ide-ide kapitalisme kepada dunia Islam. Tulisan ini bermaksud mencermati bagaimana Barat membuat trik dalam menebarkan ide, berupa racun pemikiran ke tengah-tengah umat Islam.

Memang, penjajah Barat yang kapitalis itu sejak dulu tidak berhenti mengevaluasi dan belajar tentang dunia Islam. Usaha mereka sampai pada satu kesimpulan bahwa kekuatan Islam dan umatnya ada pada akidah Islam dan semua pemikirannya. Usaha mempelajari tentang Islam tetap bermuara pada berkepentingan untuk memusnahkan Islam.

Snouck Hourgronje, seorang orientalis Belanda, pernah memberi nasehat kepada pemerintahannya tentang kekuatan Islam yang terletak dan tertanam pada akidah siyasiyah (akidah politik). Oleh karena itu, harus dijauhkan umat Islam dari politik Islam.

Sejak perang dingin usai, yang berakhir dengan hancurnya Uni Soviet, Amerika Serikat (AS) mencari musuh baru. Mereka menemukan Islam sebagai kekuatan potensial yang dapat memerangi kapitalisme. Sebagai musuh, maka kini semua kekuatan kini di arahkan kepada Islam.

Pada era sekarang, usaha itu gencar dilakukan. Mereka menginginkan akidah Islam yang melahirkan akidah siyasi harus dihapuskan dari akal fikiran kaum Muslimin, digantikan dengan akidah sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Ide sekularisme itu memunculkan pemikiran dan perilaku nasionalisme, demokrasi, pluralisme politik dan agama, HAM, liberalisasi dalam pemikiran dan ekonomi (dalam bentuk neoliberalisme pasar bebas). Pada tataran kehidupan, semua usaha mencekoki umat Islam dengan faham tersebut sebagian berhasil. Tetapi banyak pula yang gagal total, bahkan berbalik menghantam mereka.

Abad 21, muncul usaha sistematis lainnya, yaitu upaya pendiskreditan Islam dengan berbagai julukan: teroris, fundamentalis, konservatif, ekstremis, dan sebutan lainnya. Cara yang dilakukan adalah dengan obfuskasi (pembingungan), disinformasi (pemberian informasi yang salah), desepsi (memberikan konsep /cara yang salah), deversi (mengartikan sesuatu dengan beragam nama dan pengertian), dan propaganda lainnya. Mereka melakukan penyesatan opini terhadap kaum Muslim, memberangus Islam sebagai kekuatan politik dan ideologis. Ada rasa takut bahwa akan muncul kekuatan baru: Daulah khilafah Islamiyah dan penerapan syariat Islam dalam kehidupan nyata. Inilah ketakutan baru bagi mereka. Oleh karena, berbagai usaha dilakukan Barat agar kekuatan tersebut dapat dimusnahkan.

Sistematika Propaganda

Penyesatan opini sesungguhnya bagian dari sebuah propaganda yang melibatkan seorang komunikator. Tujuan akhirnya adalah mengubah sikap, pendapat, dan perilaku. Media yang dipakai adalah simbol-simbol verbal, tulisan, dan gaya hidup. Digunakanlah media pengantar berupa terbitan buku, pamflet, film, ceramah, dan lain-lain. Ini merupakan metode standar untuk mengamankan, memelihara, dan menerapkan kekuasaan, untuk kepentingan Barat.

Propaganda merupakan perkara wajib dalam sebuah negara ideologis. Bagi kaum Muslimin, harus mampu menilai jenis propaganda. Penguasa dan rakyat bila gagal (tidak mampu) memahami propaganda, maka akan menimbulkan perubahan sikap, pendapat, dan perilaku (gaya hidup) tertentu, yang justru akan sejalan dengan kepentingan musuh.

Umat Islam yang ideologis harus menyadari bahwa propaganda itu memang ada, dan telah dilakukan dengan sistematis. Untuk jangka pendek, mereka bisa saja menginfasi sebuah negara untuk menjatuhkan sebuah rezim pemerintahan. Saddam Hussein (Irak), Soekarno dan Soeharto (Indonesia), Taliban (Afganistan) telah merasakannya. Ketika akan menyerang Irak dalam Perang Teluk II, AS melakukan pembohongan informasi kepada kongres dan publik AS. Adalah Nariyah seorang wanita yang bekerja di Kuwait telah berbohong. Ia berkata bahwa telah menyaksikan kekejaman tentara Irak. Ternyata wanita ini tidak pernah bekerja di Kuwait dan saat itu ia ada di Paris. Kesaksian itu menyebabkan kongres AS menyetujui serangan atas Irak. Terhadap Taliban, AS mendata hal-hal yang dapat dijadikan alas an untuk menginfasi Afghanistan. Disebutkan ada pembantaian, pelanggaran hak asasi manusia terhadap wanita dan anak perempuan, perilaku korup, dan menggunakan Islam sebagai selubung pembantaian etnis, selain katanya untuk menangkap Osama bin Laden.

Pada program jangka panjang, propaganda berjalan pada tataran nilai ideologis sembari menanamkan citra jelek terhadap nilai ideologis musuh. Propaganda ini biasanya membutuhkan waktu panjang, namun dilakukan sistematis berkesinambungan. Sekarang ini bagaimana gencarnya mereka menyebarkan ide sekularisme, demokrasi, HAM, kebebasan hidup (liberalisme), dan pasar bebas. Inilah propaganda jangka panjang itu

Teknis Di Lapangan

  1. Memberikan Julukan atau Istilah Tertentu
    Cap emosional disematkan pada diri seseorang. Saddam Hussein diberi julukan Pembantai dari Baghdad, Binatang Buas, Monster, Orang Arab, yang digambarkan licik, tidak bisa dipercaya, jalang, bernafsu seks besar, dan kejam. Rasulullah saw. dijuluki ’si Maniak Seks’ atau ’sang Teroris’. Perusahaan kartun a Dought Marlette membuat headline dengan judul, “What Would Mohammed Drive?” Digambarkan di sana, Rasulullah mengendrai truk yang berisi bom yang mirip dengan truk yang digunakan oleh, Timothi McVeigh dalam pengeboman di Oklahoma City 1995. Pejuang Hamas diberi gelar teroris. Para penegak syariat Islam dilabeli dengan julukan ‘kaum skriptualis’, ‘kaum tekstualis’, atau ‘kaum ortodoks dan konservatif’. Iran diberi gelar ‘negeri para mullah’. Istilah ‘Muslim garis keras’, sebagai lawan dari ‘Muslim moderat’, digunakan untuk memberikan kesan negatif pada pelaku penegak syariat Islam. Negara yang tidak sejalan dengan AS di Timur Tengah dicap sebagai ‘negara militan’, sementara negara yang sejalan dengan AS disebut ‘negara sahabat’ atau ‘negara moderat’.

    Dalam teknisnya, digunakan istilah emosional dan stereotif yang telah akrab terdengar telinga. Kata buas, maniak, garis keras, adalah istilah untuk menggambar perilaku ‘jahat’. Sementara kata moderat, pejuang, dan substansialis; merupakan kata-kata yang dianggap ‘baik’. Kata-kata inilah yang dilekatkan pada seseorang, kelompok atau Negara.

    Perhatikan perubahan istilah ‘pejuang’ menjadi ‘teroris’ yang digunakan untuk kaum mujahidin Afganistan. Media massa Barat menggunakan istilah pejuang, karena saat itu AS memiliki kepentingan untuk mengusir kekuatan komunis dari negeri itu. Setelah kepentingan AS berubah, yakni ingin menguasai Afganistan, dan istilah ‘pejuang’ kemudian menjadi ‘teroris’.

    Ada pula julukan dalam bentuk gagasan atau kebijakan. Kita mengenal istilah dunia bebas, dunia beradab, atau dunia yang makmur. Ini istilah yang paling disukai Barat untuk mendukung ide kapitalismenya.

  2. Ada Udang di Balik Batu
  3. Pelaku propaganda mendata gagasan seseorang, negara, atau kebijakan. Kemudian mereka buat tandingannya yang bertolak belakang. Khilafah Islamiyah atau negara Islam dijuluki sebagai ‘negara pada zaman batu’, ’sistem abad kegelapan’, ‘dunia jumud dan tidak beradab’, ’sistem utopis yang berlumuran darah’, atau julukan negatif lainnya. Perlawanan terhadap penjajah Israel di Palestina diberi nama dengan istilah ‘anti Semith’ atau ‘anti negara demokrasi’.

    Saat Irak diserang AS pada Perang Teluk II, dipropagandakan bahwa itu untuk membebaskan Kuwait. Tujuan AS sebenarnya untuk menguasai minyak Irak, namun dipropagandakan bahwa itu bukan untuk menyerang umat Islam, tetapi untuk menjatuhkan diktator Saddam Hussein. Faktanya, lebih dari 200.000 orang mati terbunuh. Pemerintah dan media massa AS tutup mata. Collin Powel saat ditanya jumlah korban sipil di Irak yang meninggal sejak tahun 1991, dengan enteng mengatakan bahwa dia tidak peduli dengan angka-angka korban tersebut, “It’s really not a number, I am terribly interested in.”

    Kalaulah AS bermaksud menjatuhkan seorang tiran semisal Saddam Hussein, mengapa Raja Fahd, Musharraf, Husni Mubarak, dan Islam Karimov yang juga dictator, tidak diserang. Mengapa pula Ariel Sharon, sang pembantai umat Islam Palestina, tidak diserang AS?

  4. Menciptakan Tokoh Baru dari Kalangan Kaum Muslimin
  5. Pelaku propaganda tidak mungkin berbadan bule (orang asing). Mereka pelajari nilai dan gaya hidup sasaran. Mereka gunakan logat, aksen, dan ungkapan setempat. Mereka pakai pribumi untuk menyuarakan kepentingan mereka. Mereka rekayasa seseorang menjadi tokoh, sumber rujukan, atau ilmuwan yang kompeten. Mereka proses melalui jalur pendidikan, rekayasa media dengan menampilkannya terus-menerus, atau memberikan gelar /penghargaan. Muncul kesan wah dan go internasional. Bagi kita, mudah sekali mengenalinya: Ada tokoh, idenya selalu bertentangan dan bahkan menyerang Islam, mendapat banyak penghargaan dari Barat, ini musuh bagi kita.

  6. Menggunakan Corong Komentator “Pakar”, Media Massa dan “Intelektual”
  7. Propagandis menggunakan seseorang atau lembaga tertentu untuk mendukung, mengecam sebuah gagasan. Targetnya, agar orang percaya karena hal tersebut disampaikan oleh “pakar” sebagai narasumber, yang mereka sebut sebagai ‘yang berwenang’, ‘pakar’, ‘ahli’, ‘ilmuwan’, ‘yang berpengalaman’, atau ’saksi langsung’.

    Untuk menambah keyakinan orang bahwa ada jaringan Jamaah Islamiyah atau Jaringan al-Qaedah di Asia Tenggara, media massa Barat merujuk pendapat orang yang mereka sebut sebagai ‘pakar teroris’ seperti Rohan Gunaratma. Orang ini mereka sebut ‘pakar’ karena melakukan studi tentang terorisme atau mengarang buku tentang terorisme, terlepas apakah bukunya bernilai ilmiah atau tidak.

    Dalam bidang pemikiran Islam, media massa Barat merujuk pada orang yang mereka sebut dengan ‘pakar Islam’ atau ‘cendekiawan Muslim’. Padahal orang ini tidak lebih sebagai antek Barat yang dicangkokkan ke tubuh umat. Bagi kita penting melihat argumentasi ’sumber-sumber’ tersebut, bukan pada serenteng gelarnya.

    Di samping itu, propagandis juga merujuk kepada lembaga-lembaga swasta yang kesannya independen. Dalam prakteknya, lembaga tersebut merupakan lembaga pesanan untuk menjalankan berbagai proyek penelitian berskala besar. Banyak studi tentang Islam atau Timur Tengah yang disponsori oleh pemerintah AS atau organasasi donor yang berafiliasi kepada pemerintah AS. Lembaga-lembaga yang disebutkan independen ini bertujuan memperkuat pandangan pemerintah AS dan menjadi rujukan media massa.

    Pada masa Orde Baru, kebijakan pemerintah yang otoriter dan korup, penguasa sering merujuk pada CSIS. Padahal, CSIS adalah lembaga thinktank penguasa Orba pada waktu itu, yang mendapat dana dari AS. Lembaga ini mendukung propaganda Barat. Di AS ada beberapa lembaga ‘independen’ diketahui memiliki hubungan erat dengan pemerintah kita. Salah satunya adalah Heritage Foundation.

    Perlu difahami bahwa ada hubungan yang erat antara propaganda dengan media massa dan para intelektual yang bertujuan untuk mengarahkan pemikiran dan sikap tertentu. Media massa adalah alat yang efektif. Selain itu, sebagai narasumber, “intelektual” sering dimanfaatkan untuk mempengaruhi masyarakat untuk memperkuat sebuah propaganda.

    Fungsi propaganda adalah memonitor, mengklasifikasi, mengevaluasi, dan mempengaruhi media massa. Wartawan, kolumnis, komentator, dan pembuat opini yang dianggap bersahabat biasanya diundang ke kedutaan besar. Pihak kedutaan besar biasanya memberikan insentif plus bonus menarik bagi pemberi informasi ekslusif. Tidak heran, peran dinas propaganda luar negeri sangat besar. Hal ini mengingat opini publik, kelompok penekan, dan media massa terlibat terus-menerus untuk mempengaruhi kebijakan sebuah negara.

    Presiden D. Eisenhower pernah membentuk Badan Informasi Amerika Serikat (USIA) untuk menjalankan fungsi propaganda ini. Badan ini menjalankan program-program radio multi bahasa pada Radio Voice of America (VOA); Radio Free Europe, telivisi, film dan media berita; serta menjalankan program khusus, seperti pertukaran mahasiswa dan sarjana, kuliah umum, pameran seni dan pertemuan keilmuan dan ilmiah.

    AS juga melakukan propaganda lewat media massa ’swasta’ yang mengklaim dirinya independen. Dalam kasus isu terorisme, misalnya, sebagian besar media massa AS menggunakan pemerintah sebagai sumber utama berita mereka. Dari sebuah riset yang dilakukan oleh Edward Herman dan Gerry O’Sulivan, terbukti bahwa sumber berita media massa mayoritas berasal dari pejabat pemerintah. Tentu saja, informasi itu sangat bias, karena dipengaruhi oleh kepentingan pemerintah dan tanpa diuji lagi.

    AS sering memanfaatkan wartawan sebagai agen intelijen. Itu sudah berlangsung sejak Perang Dingin. Sejak berakhirnya Perang Dunia II, lebih dari 30 atau bahkan 100 wartawan Amerika dari sejumlah organisasi berita dilibatkan sebagai pekerja operasi intelijen yang dibayar untuk menjalankan tugas-tugas reportasenya.

    Pada pertemuan dengan serikat redaktur surat kabar bergengsi, American Society of Newspaper Editors, pada April 1980, Direktur CIA Marsekal Stansfield Trunner mengatakan, “Bila dibutuhkan, kita tidak ragu-ragu merekrut jurnalis.”

    Agen CIA juga memiliki, mensubsidi, dan mempengaruhi banyak surat kabar, kantor berita, dan media lainnya. Dalam era Perang Dingin, Badan Propaganda Amerika Serikat (ICA) sering mendukung penulis atau editor surat kabar asing yang menulis secara baik mengenai AS dan kebijakannya. Tidak aneh jika kemudian media massa Barat sangat miring dalam memberitakan perjuangan umat Islam. Di Indonesia, bahkan ada TV yang dengan tegas menyatakan visinya sekularisme dan anti syariat Islam. Kalaupun membuat talkshow tentang syariat Islam dan menghadirkan pembicara yang pro dan yang kontra, biasanya acaranya direkasaya sedemikian rupa, baik dari segi waktu maupun moderatornya.

    Kaum intelektual Islam juga digunakan sebagai alat propaganda AS, baik sadar maupun tidak. Karena itu, AS sangat getol memberikan beasiswa kepada para pelajar di seluruh dunia. Pemerintah AS sangat sadar bahwa para pelajar yang sudah dibina oleh mereka akan menjadi corong-corong propaganda kepentingan Amerika di negara asal mereka masing-masing.

    Mereka jeli memilih siapa pelajar yang mereka beri beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Mereka biasanya adalah para aktifis serta para pelajar yang cerdas dan unggul namun lemah secara ideologis atau mereka yang berasal dari organisasi, etnis, atau agama yang berpengaruh di sebuah negara. Tidak mengherankan, beasiswa luar negeri sering diberikan kepada para pelajar dari organisasi Islam yang besar di Indonesia. Mereka berharap, para pelajar bisa dipengaruhi dan menjadi corong mereka, meskipun tidak semua kemudian ‘berhasil’.

    Dunia Islam saat ini dipenuhi oleh para intelektual pengkhianat semacam itu, menyebarkan ide kapitalis seperti sekularisme, demokrasi, individualisme, HAM, pluralisme, dan sebagainya. Mereka menjadi pembela sejati ‘yang dibiayai’ oleh pemerintah kapitalis. Tujuannya adalah untuk merusak akidah umat dan menjauhkan mereka dari syariat Islam, dua perkara yang menjadi sumber kekuatan utama Islam.

    Para alumnus universitas Barat membela habis kebijakan ekonomi kapitalis di Indonesia; IMF dan Bank Dunia. Sampai berbusa mulut mereka membela privatisasi, penghapusan utang konglomerat, pencabutan subsidi, dan mengikuti arahan tuan kapitalis mereka. Mereka tidak mau tahu penderitaan rakyat yang semakin terpuruk akibat diterapkan sistem ekonomi kapitalis tersebut.

    Perhatikan pula pengusung ide liberalisme yang ingin menghancurkan akidah umat dan syariat Islam. Mereka getol menyerukan ‘dialog antarumat beragama’ untuk menyatakan semua agama itu sama. Sekularisme juga mereka ajarkan kepada umat Islam dengan mengatakan bahwa Islam itu adalah masalah individual; tidak ada hubungannya dengan masalah publik semisal ekonomi dan politik; juga tidak ada urusannya dengan negara. Seruan-seruan mereka ini ikut melanggengkan penjajahan kapitalis Barat

  8. Memilih Istilah untuk Menohok
  9. Memilih istilah yang tepat adalah bertujuan membuat generalisasi. Perjuangan syariat Islam diidentikkan dengan teror dan kekerasan. Walaupun pejuang syariat Islam ada yang tanpa kekerasaan—seperti yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir di Uzbekistan, Yordania, Mesir, dan belahan dunia lainnya. Tetapi fakta ini cenderung ditutupi

    Pemerintah AS mengeluarkan pernyataan khusus untuk membantah bahwa telah terjadi diskriminasi Muslim di AS pasca Serangan 11 Septermber. Dalam iklan propaganda yang disiarkan di hampir seluruh Dunia Islam, dipilih fakta-fakta tertentu untuk mendukung tujuan tersebut. Empat orang warga AS yang berasal dari Arab bicara tentang kebebasan dan kesempatan hidup di Negeri Paman Sam itu. Padahal, banyak fakta lain di AS yang bertolak belakang dengan iklan tersebut. Ternyata ada kewajiban cap jari bagi orang-orang dari Arab, Pakistan, dan negeri-negeri Islam lainnya; terjadi perusakan masjid dan Islamic Centre; gangguan terhadap wanita Muslimah di Amerika.

    Ada pilihan pada fakta, ada juga pada kata. Media massa punya peran. Kita sering membaca pemberian kata pada penyerangan oleh Muslim Palestina. Serangan itu disebut sebagai serangan dari kelompok militan, fundamentalis, garis keras, bahkan teroris. Sebaliknya, jika yang melakukannya adalah Israel atau Amerika Serikat, kata yang sering digunakan adalah serangan balasan (retaliation), serangan untuk mendahului (pre empative strike), atau tindakan hukuman (punitive action). Mereka gunakan istilah yang lunak dan ramah sekaligus pembenaran tindakan mereka. Hamas yang ingin membebaskan diri dari penjajah Israel disebut teroris. Sebaliknya, disemat sebutan pejuang pro kemerdekaan diberikan kepada kelompok Fretelin di Timor Timur yang ingin memisahkan diri dari Indonesia. Jika yang tertangkap adalah tentara AS, mereka disebut sandera atau hostage (berkonotasi adalah korban dan tidak bersalah). Sebaliknya, pejuang al-Qaedah yang tertangkap disebut tahanan atau detainer (berkonotasi jahat dan sudah dianggap bersalah).

  10. Menciptakan dan Mengajak agar Berpihak kepada Mayoritas
  11. Teknik memanfaatkan keinginan orang untuk ikut menjadi bagian atau satu sikap tertentu dengan orang banyak. Ada ungkapan ‘masyarakat internasional’, ’sahabat-sahabat AS’, sebagai usaha untuk membangun opini bahwa siapa saja yang menentang propaganda tersebut akan menjadi minoritas dan terkucil dan tentu saja dimusuhi. Teknis inilah yang dipakai AS dalam kampanye ‘Perang Melawan Terorisme’. AS dan sekutunya sering menyatakan bahwa terorisme adalah serangan terhadap dunia dan merupakan musuh bersama, terlepas siapa terorisnya..

    Pada masalah keinginan penerapan syariat Islam, sering menggunakan ungkapan, ‘mayoritas umat Islam Indonesia adalah moderat’, atau ‘organisasi Islam terbesar di Indonesia saja menolak syariat Islam’, atau ‘mereka itu minoritas…’, dan ungkapan sejenisnya. Padahal kebenaran bukan bergantung pada suara mayoritas.

  12. Memunculkan Kambing Hitam untuk Menutupi Rasa Frustasi
  13. Salah satu cara untuk melepaskan kebencian dan frustasi adalah dengan menciptakan kambing hitam. Propaganda kapitalis menuduh terorisme sebagai pengacau kemakmuran dunia, penyebab kemelaratan dan kemiskinan, dan pengganggu kebebasan dunia dan demokrasi. Yang kita tahu, semua itu justru merupakan buah dari sistem kapitalisme yang keji. Syariat Islam dituduh merendahkan wanita dan menjadi pangkal kemunduran wanita, padahal sistem kapitalismelah penyebabnya. Tuduhan ‘pemecah-belah’ sering dilontarkan terhadap pejuang syariat Islam. Padahal pada faktanya, justru ide nasionalisme, kebebasan menentukan nasib sendiri, dan ide-ide kapitalisme lainnyalah yang menyebabkan terpecahbelahnya kaum Muslim. Lihatlah nasib Timor Timur yang melakukan referendum untuk memisahkan diri, yang ingin bebas menentukan nasibnya. Kasihan nasib mereka, hingga kini sengsara berkepanjangan.

Penutup

Bagi pengemban dakwah, ada kewajiban untuk membeberkan semua kegiatan propaganda Barat yang ingin menghancurkan Umat Islam, akidah dan syariatnya. Ini adalah salah satu tahapan dakwah yang wajib dilakukan. Propaganda Barat dan kita adalah bak langit dan bumi, serta bertentangan secara diametral.

Allah SWT telah menyebutkan bahwa kebencian yang keluar dari kalbu mereka, lebih besar lagi daripada yang keluar dari mulut mereka. Tinggal kaum Muslimin mau meneliti, mencermati dan bersedia membongkar kebusukan mereka untuk disajikan ke tengah-tengah umat. Wallahu ‘alam.

Comments :

0 komentar to “Trik Propaganda Barat”

Posting Komentar

KIrimkan Komentar anda tentang Artikel Ini