Kamis, 03 Desember 2009

Pejabat Makin Mewah Rakyat Kian Susah

Reformasi belum dirasakan hasilnya oleh rakyat Indonesia, kecuali para pejabatnya. Di tengah kemiskinan yang masih menggurita, mereka tak malu berpesta harta.

MediaUmat- Terserahlah mau naik. Wong negara ini milikmu sendiri. Kami-kami kan cuma numpang,” demikian sebuah komentar ditulis oleh seorang netter menanggapi rencana pemerintah akan menaikkan gaji para pejabat negara. Mungkin si netter ini sudah frustasi dengan perilaku para pejabat dan wakil rakyat yang tak lagi peduli dengan nasib rakyat.

Memang hampir sebulan terakhir masyarakat disuguhi dengan rencana kenaikan gaji pejabat negara. Kontroversi pun berkembang. Lebih banyak yang menolak daripada yang mendukung. Tapi rupanya pemerintah tak peduli. Berbagai peno-lakan itu dianggap sebagai angin lalu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, pemerintah tetap akan menaikan gaji pejabat negara. Malah pemerintah telah menetapkan kenaikan itu dimu-lai pada tahun anggaran 2010. "Sistem ini sudah siap dan telah disimulasikan juga. Dari implikasi anggaran, sudah dimasukkan dalam Undang-undang dan bisa dimulai 1 Januari 2010," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, di Jakarta Rabu (28/10).

Sinisme pun muncul. Soalnya para menteri misalnya, mereka bekerja belum genap sebulan. Toh selama ini fasilitas yang mereka terima tergolong mewah dibandingkan dengan rakyat jelata. Mereka tak perlu lagi memikirkan kebutuhan hidupnya sehari-hari karena semua sudah ditanggung negara. Mereka pun punya dana taktis Rp 150 juta per bulan yang tidak perlu pertanggungjawaban. Kurang apa lagi?

Memang sempat muncul argumentasi, gaji pejabat negara Indonesia lebih kecil dibanding-kan dengan negara lain. Dan selama lima tahun terakhir gaji para pejabat negara belum pernah dinaikkan. Pertanyaannya, apakah pendapatan rakyat berhasil mereka naikkan sehing-a sejajar dengan pendapatan warga negara lainnya? Toh banyak di antara para menteri adalah orang baru sehingga argumen sudah lima tahun tak dinaikkan gajinya terbantahkan.

Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Suswanta Abu Alya menilai kenaikan gaji menteri dan pejabat publik itu adalah upaya rezim Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk memuluskan agenda neoliberalnya. Agenda neolib tersebut di antaranya adalah percepatan privatisasi, menaikkan pinjaman, dan lainnya yang sudah dirancang sebelumnya melalui berbagai UU yang disahkan DPR periode sebelumnya.

”Legal hukumnya sudah dibuat, nah tinggal pelaksanaannya saja. Untuk itu harus ada orang yang menjaga dalam pelaksanaannya agar sesuai dengan agenda neolib tersebut. Siapa lagi yang menjaganya kalau bukan menteri dan para pejabat publik lainnya,” jelasnya kepada Media Umat.

Ia menilai ada penyogokan terselubung kepada menteri dan partai-partainya, agar mereka tidak kritis, minimal sampai 2014. ”Ingat dinaikkan atau tidak dinaikkan, terlebih lagi jika gaji menteri dinaikkan para menteri tetap menjadi lumbung dana atau sapi perah partai untuk persiapan 2014,” jelasnya.

Selama ini praktek-praktek penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi sudah menjadi rahasia umum. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun telah menemukan modus-modusnya. Namun, bukannya korupsi berkurang sejak era reformasi, justru kian marak dan caranya kian canggih.

Sudah banyak para pejabat negara yang masuk penjara. Toh kasus suap-menyuap, pungli, dan gratifikasi tak berhenti. Malah belakangan muncul semacam opini di kalangan elite kekuasaan untuk membubarkan KPK karena dianggap membahayakan sepak terjang mereka mengeruk harta negara. Faktanya, lembaga ini mulai dilemahkan. Pimpinannya ditahan dengan tuduhan yang berubah-ubah.

Sebelas tahun reformasi tak mampu memberikan kenikmatan kepada rakyat. Justru rakyat kian dijerat dengan berbagai kebijakan yang menyesakkan dada mereka.

Lihat di Ponorogo, ada warga satu kampung yang terbelakang mentalnya. Mereka mengalami kekurangan gizi. Hal itu tidak terjadi spontan, tapi bertahun-tahun. Artinya selama ini mereka tidak mendapatkan perhatian negara sama sekali. Baru setelah televisi menyorotnya, pemerintah mulai bertindak memberikan bantuan. Habis itu, entahlah...

Data BPS menunjukkan lebih dari 35 juta penduduk Indo-nesia berada di bawah garis kemiskinan. Namun jika standar Bank Dunia yang dipakai yakni 2 dolar AS per hari maka jumlah penduduk miskin lebih dari 100 juta orang. Wow....

Sungguh ironis dalam kondisi masyarakat yang demikian sulit, pemerintah tetap ngotot menaikkan gaji para menteri dan pejabat negara lainnya. Apakah mereka tak tahu kondisi itu atau memang mereka bebal?


Buah Kapitalisme

Sejak Indonesia merdeka, tidak pernah tercatat Indonesia sebagai sebuah negara mandiri yang memiliki ideologi. Indo-nesia selalu berada di bawah bayang-bayang ideologi negara besar. Dalam kondisi kekinian, kapitalisme menjadi pilar ideologi negara. Sadar atau tidak, peradaban bangsa tergiring ke sana.

Kapitalisme tidak hanya diambil sisi baiknya, tapi sudah diambil dan dipraktekkan se-muanya mentah-mentah. Ter-masuk bagaimana gaya pemerintahan mengatur urusan rakyatnya. Negara korporatokrasi pun diimpor mentah-mentah. Kehidupan hedonis pun menjadi gaya.

Para penguasa tak lagi menjadi wakil rakyat untuk mengatur negara. Penguasa telah menjadi kepanjangan tangan para pengusaha untuk memuluskan bisnisnya. Terjadilah kolaborasi dua kekuatan yakni birokrasi dan korporasi.

Penguasa butuh uang karena demokrasi memang mahal. Sementara pengusaha butuh dukungan birokrasi untuk memudahkan usaha. Pertemuan kepentingan itulah yang menjadikan rakyat kian dilenakan.

Dalam negara korporatokrasi, kapital atau uang yang berbicara. Semuanya ditentukan oleh kekuatan modal/uang. Sementara yang tak berdaya, siap-siap tergilas. Pejabat dan yang kaya berpesta pora, rakyat merana dan menderita. Demokrasi memang culas. Masihkah Anda percaya?.[] mujiyanto

Comments :

0 komentar to “Pejabat Makin Mewah Rakyat Kian Susah”

Posting Komentar

KIrimkan Komentar anda tentang Artikel Ini